Selasa, 07 Desember 2021

Bermedsos : Bebas Bukan Berarti Tanpa Etika

 “Sebuah Telaan Atas Fenomena cyberbullying di Lembata”

Elias Kaluli Making


Kemajuan teknologi informasi, mendukung hadirnya Media Soslal (medsos). Dunia yang sebelumnya terdiri dari sekat-sekat tebal, dibobol. Ruang komunikasi antar manusia penghuni bumi menjadi bebas terbuka. Pepatah lama “Dunia Tak Selebar Daun Kelor”  layak diganti dengan, “Dunia selebar daun putri malu,”

Dulu informasi seakan hanya menjadi milik orang tertentu, tetapi sekarang semua hal diakses bebas. Sebuah kejadian di belahan dunia lain, dengan mudah diserap dalam sekejap mata. Tentu kecangihan teknologi sangat membantu manusia, tetapi disisi lain, pesatnya kemajuan teknologi juga bedampak negatif.  

Di Indonesia, UU No 19 Tahun 2016 sebagai Perubahan Atas UU No 11 Tahun 2008 tentang informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), lahir sebagai respon pemerintah akan kencangnya arus informasi. Melalui undang-undang, warga negara diatur tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam berinteraksi di dunia maya. Hemat saya, terdapat lima pasal yang mengatur etika bermedia sosial, (pasal 27 sampai pasal 30). Kendati demikan, masih banyak pihak terbukti melanggar etika berkomunikasi dan bertransaksi elektonik. Hate speec (ujaran kebencian), hoax (kabar bohong), penyebaran situs porno, menjebol akun/situs tanpa izin dan lain-lain terus saja mewarnai komunikasi di dunia maya.  

Ketidakpatuhan terhadap larangan undang-undang dan ketidaktaatan terhadap norma budaya dan agama di dunia maya, menjalar tak terbendung dari masyarakat perkotaan hingga warga perdesaan. Pelakunya juga beragam, mulai dari warga golongan atas orang berduit, kaum pesohor hingga golongan paling bawah dengan kondisi hidup dalam keterbatasan ekonomi.

di Lembata, pantau saya melalui bebepara grup facebook, juga pada laman FB pribadi, dengan mudah ditemukan pernyataan-pernyataan tak mendidik. Kendati tidak semua, tetapi pada sebagian kecil pengguna FB seakan tak bisa membedakan mana hal baik dan patut serta mana yang tak pantas untuk disebar melalui akun FB. Ujaran kebencian, curhan masalah rumah tangga, kabar bohong, bertebaran pada laman pribadi maupun di grup-grup publik. Dan mirisnya, ujaran kebencian itu rata-rata berasal dari akun anomim.

Sebelum membahas tentang etika bermedsos, baiknya terlebih dahulu dibahas tentang komponen penentu dalam ber-FB. Dari pengalaman berkomunikasi melalui FB, saya menemukan tiga komponen penentu. Tiga komponen penentu itu diantaranya, aplikasi, pengguna dan Pemerintah/penegak hukum.

Pertama Aplikasi. Jejaring media sosial yang disebut facebook, tidak dirancang untuk menyesuaikan diri secara otomatis dengan budaya daerah pasar aplikasi. Karena itu, facebook menerapkan kebijakan blokir contein yang berbau Hate speec (ujaran kebencian), hoax (kabar bohong), kekerasan, dll.

Kedua Pengguna. Dalam urusan dengan etika bermedsos, maka perlu disadari bahwa apa yang diekspersikan melalui medos menjadi konsumsi publik, ketika memutuskan untuk meng-up load sebuah informasi melalui lama FB, maka pada saat bersamaan, pengguna FB sedang memastikan dirinya untuk masuk kedalam kotak kaca. Karenanya, sebelum memutuskan untuk benar-benar men-sahare infomasi melalui FB, hendaknya dipertimbangkan respon pengguna lainya. Lagi-lagi tentang, yang baik dan tidak baik, yang pantas dan tidak pantas.

Menariknya, untuk kasus Lembata, ketika sebuah informasi FB direspon pengguna lainya dengan nada protes, maka selalu ada beberapa alasan pembenar. Kalimat pembenar itu misalnya “suka-suka saya, ini juga wall saya, kalau kau tidak suka dengan apa yang saya posting, maka tidak usah baca to,” atau kalau digrup, maka kata-kata tak senonoh itu biasanya datang dari akun anonim. Akun anomim, saat mendapat tanggapan keras, biasanya pergi tanpa memberi tanggapan, atau malah sebalik menyerang dengan kalimat yang lebih melecehkan. Haloo... Fb bukan kamar pribadi yang bebas anda gunakan.

Ketiga Pemerintah/Penegak hukum. Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektonik lahir untuk menjaga dan mengatur pola komunikasi dan bertransaksi melalui media internet, tentu kewenangan untuk mengawal pelaksanaan undang-undang ini, melekat pada pemerintah pada satu sisi dan penegak hukum pada sisi lain. Sepengetahuan saya, dalam urusan dengan kewenangan mencegah terjadinya penyalahgunaan media internet, melekat pada Pemerintah dalam hal ini bagian yang menangani teknologi dan informasi, juga penegak hukum dalam hal ini, jajaran Kepolisian. Sementara dalam urusan fungsi penegakan hukum, langsung melekat pada lembaga Kepolisian RI.

Jika Pemerintah dan Penegak hukum, bekerja dengan baik, maka saya percaya hal-hal yang berbau ujaran kebencian, berita bohong, SARA  dan lain-lain tidak berseliweran di Medsos.

Etika Bermedsos

Membahas Indonesia tentu sangatlah luas, karena itu saya membingkai tulisan ini semata-mata tentang Lembata. Omong tentang etika, maka sama dengan membicarakan moral atau akhlak atau susila, yang berada pada ranah diskursus baik atau buruk atas prilaku individu, sebenarnya bukanlah soal label atau penyebutan semata dari satu subjek ke subjek lainnya. Sesuatu disebut baik pastilah karena sesuatu itu dapat memberikan efek positif, begitupun penyebutan buruk juga karena dapat menimbulkan dampak negative.

Orang Lembata terdiri dari dua suku besar dan sedikit dari warga pendantang, Suku Lamaholot  tersebar pada tujuh kecamatan, dan suku kedang di kecamatan Omesuri dan Buyasuri, dan sebagian kecil lainnya berasal dari suku-suku pendatang, semisal Sulawesi, Jawa, Timor dan lain-lain. Dan saya yakin terkait etika berkomunikasi diajarkan semua kebudayaan. Bahwa tata krama, atau norma, atau susila, adalah yang penting untuk menjaga hubungan antara manusia yang satu dengan yang lainnya.

Etika atau tata krama tidak berarti bahwa seseorang tidak bisa melakukan kritik baik itu kepada pribadi atau kepada lembaga tertentu. Tetapi warga lamaholot punya cara sendiri untuk menyampaikan kritik. Dan kritik dalam budaya lamaholot, selalu disampaikan dalam kalimat sastra, dengan simbol-simbol tertentu dan bermakna kiasan.  

Seorang yang tidak tetap pendirian, atau seorang pembohong, orang lamaholot menyebutnya dengan Kenu Lamanuha, Keboko ae woho (Lamaholot-red), atau dalam terjemahan lurusnya adalah cumi-cumi yang bisa lari dalam dua arah.

Tetapi dalam praktek, masyarakat lamaholot di media sosial berbeda dengan ajaran budaya, dan sepintas terbaca kalau budaya berbahasa orang lamaholot telah pasung dalam sebuah kotak baja oleh generasinya sendiri. Disimpan sebagai warisan, dan tidak digunakan dalam komunikasi di dunia maya. Warga lamaholot modern di dunia maya, memunculkan pola berbahasa yang baru, dengan kalimat-kalimat yang tidak beretika. Lebih senang, memaki oknum pelanggar ketimbang mengkritik konteks masalahnya. Lebih suka menghujat pribadi orang, ketimbang menasehati.

Ok, sampai disini, saya yakin kita semua tentu sadar dan tau memilah mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang perlu di share ke medos dan mana yang hanya boleh menjadi konsumsi pribadi. Agar menjadi panduan, berikut saya share beberapa hal penting mengenai etika dalam bermedia yang saya kutip dari https://almaata.ac.id :

1)    Etika Dalam Berkomunikasi. Dalam melakukan komunikasi antar sesama pada situs jejaring sosial, biasanya kita melupakan etika dalam berkomunikasi. Sangat banyak kita temukan kata-kata kasar yang muncul dalam percakapan antar sesama di jejaring sosial, baik itu secara sengaja ataupun tidak sengaja. Sebaiknya dalam melakukan komunikasi kita menggunakan kata-kata yang layak dan sopan pada akun-akun jejaring sosial yang kita miliki. Pergunakan bahasa yang tepat dengan siapa kita berinteraksi.

2)   Hindari Penyebaran SARA, Pornografi dan Aksi Kekerasan. Ada baiknya anda tidak menyebarkan informasi yang berhubungan dengan SARA (Suku, Agama dan Ras) dan pornografi di jejaring sosial. Sebarkanlah hal-hal yang berguna yang tidak menyebabkan konflik antar sesama pada situs jejaring tersebut. Hindari mengupload foto - foto kekerasan seperti foto korban kekerasan, korban kecelakaan lalu lintas maupun foto kekerasan lainnya. Jangan menambah kesedihan para keluarga korban dengan meng-upload foto kekerasan. Jangan ajarkan generasi muda tentang hal - hal kekerasan melalui foto kekerasan yang diupload pada jejaring media sosial.

3)    Kroscek Kebenaran Berita, Berita yang menjelekkan orang lain sangat sering kita jumpai di jejaring sosial. Hal tersebut kadang bertujuan untuk menjatuhkan nama pesaing dengan berita-berita yang direkayasa. Oleh karena itu pengguna jejaring sosial dituntut untuk cerdas dalam menangkap sebuah informasi, bila ingin ikut menyebarkan informasi tersebut, ada baiknya kita melakukan kroscek akan kebenaran informasi terlebih dahulu.

4)    Menghargai Hasil Karya Orang Lain. Saat menyebarkan informasi baik itu berupa tulisan, foto atau video milik orang lain, ada baiknya kita mencantumkan sumber informasi sebagai bentuk penghargaan untuk hasil karya seseorang. tidak serta merta mengcopy paste tanpa memberikan sumber informasi tersebut.

5)    Jangan Mengumbar Informasi Pribadi Anda. .alam menggunakan jejaring sosial ada baiknya kita sebagai pengguna harus bijak dalam menginformasikan privasi / kehidupan pribadi. Jangan terlalu mengumbar hal-hal pribadi di jejaring sosial, apalagi sesuatu yang sensitif dan sangat pribadi. Semisal mengenenai keuangan, hubungan percintaan, tentang kehidupan keluarga, tentang kejengkelan dengan seseorang, nomor telepon alamat rumah atau keberadaan anda. Hal ini dapat mengganggu kontak lain dalam daftar anda dan bisa menjadi informasi bagi mereka yang ingin berniat jahat kepada kita.

Bermedsos kendati ruang komunikasinya berada di arena maya, atau tidak nyata, tetapi Penggunanya terdiri dari manusia-manusia hidup. Bukan manusia roh tanpa daging, karena itu melekat dalam setiap pribadi manusia yang hidup adalah adab atau norma atau susila. Dan tugas kita adalah mewariskan budaya berbahasa yang baik kepada generasi penerus. 

Penyikapan bersama

Dari tiga komponen di atas, persoalan mendasarnya adalah pada manusianya dalam perilaku, baik di media maya ataupun di media nyata. Media sosial dengan mudah menjadikan orang terkenal (viral), tetapi disis lain, medsos hadir seperti jebakan. Dunia maya yang satu ini, telah terbukti membawa banyak orang untuk berurusan dengan hukum dan dipenjara. Berperilaku aneh, seperti membuat ujaran kebencian, menyebar isu SARA, dan lain-lain, adalah perilaku yang tidak menunjukan karakter budaya, dan bagian dari upaya menghacurkan moral bangsa. 

Cari cara yang positif untuk membuat dirimu dikenal, dan jangan untuk alasan politik balas dendam, lalu kita mengabaikan etika. Realita dari contain informasi dan komunikasi sebagaimana ulasan di atas, dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa, persoalan moral terjadi akibat lunturnya rasa malu pada diri setiap pelaku dan sikap permisif dari masyarakat di sekitar pelaku. Sikap permisif atau membiarkan prilaku yang demikian itu menjadikan sang pelaku merasa dibenarkan atas tindakannya.

Oleh karenanya,agar kita tidak ikut dibawah-bawa dalam dosa komunikasi yang salah dalam dunia maya, saya menyarankan beberapa hal, pertama, untuk admin grup publik, agar memberi tindakan tegas kepada akun-akun anomim yang suka menyebar ujaran kebencian, dengan cara mengeluarkan mereka dari grup. Usulan bergabung ke grup, hendaknya di verifikasi fakta penggunanya. Kedua, demikian juga kepada pengguna akun pribadi, agar hadir dengan informasi yang layak dan postif. FB bukan kamar pribadi yang boleh digunakan untuk sebuah kepentingan yang bersifat pribadi. Kendati FB adalah dunia maya, tetapi FB adalah kotak kaca, keberadaan kita dipantau oleh banyak orang.        

Ketiga,  untuk menanggulangi persoalan ini harus dimulai dari pendidikan di dalam keluarga sedari dini. Pendidikan budi pekerti dimulai dengan mengajarkan apa yang baik untuk dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan secara etik, dan keempat, tanamkan kembali budaya budaya berkomunikasi, dan menjaga relasi antar kita, sebagai orang Lembata dengan semboyan, Tite Ata Kakan No Arin Hena, Tale Tou Kebote Ehaken,” (siapapun anda, kita adalah saudara serahim, Lamaholot Red), Pai tutu sare-sare, pai koda tan mela-mela, koda keru-keru,  kirin baki-baki (Mari diskusi, saling mengingatkan dengan susana hati dan kalimat yang menyejukan)

 

 

 

 

 

 

2 komentar:

  1. Terima kasih kaka, sudah memberikan informasi dan ilmu yang bermanfaat 🙏

    BalasHapus
  2. sama sama bro.. Semoga bermanfaat. terimakasih sudah membaca ulasan saya.

    BalasHapus