Selasa, 22 Maret 2016

Fiksi : Bupati, Abdi dan Ketua Organisasi Politik



Wangatoa, 22/03/2016

Di kisahkan kalau satu waktu, Bupati Kadipaten Palsu mengajak dua abdi setianya untuk bertamu ke kantor sebuah organisasi politik. Niatnya untuk bertamu ke rumah politik itu sebenarnya untuk mengajukan lamaran menjadi anggota, namun karena dua abdi setianya itu meminta untuk turut serta, akhirnya sang Bupati pun menyelipkan sebuah agenda tambahan, yakni memperkenalkan abdinya kepada sang pemilik rumah yang tak lain adalah pemimpin besar organisasi itu.

Setelah semua urusan pribadinya selesai, agenda kedua pun di jalankan. Satu per satu abdi dipanggil lalu di suruh untuk bersalaman dengan sang pemilik rumah. Tentu saja pemilik rumah heran, karena perkenalan semacam itu tak perlu karena mereka memang sebelumnya sudah saling mengenal.
Dalam keheranan itu, pemilik rumah lantas memberanikan dirinya untuk bertanya. “Saya tau kalau mereka memang sangat setia terhadap tuan, tapi untuk alasan apakah mereka diajak serta?” tanya sang pemilik rumah.

‘Oh...iya pak, seperti yang anda tau, mereka adalah abdi setia saya. Kemanapun saya pergi mereka memaksa untuk ikut. Yah...sekedar untuk pak tau saja, saya ini tak suka air. Karena itu mereka adalah air dan tangan saya,” jawab Bupati dengan sedikit berdiplomasi.

Kendati mendapat jawaban yang membingungkan, namun sang pemilik rumah tak mau menampakan kebingungannya. Yah...makhlum, pemilik rumah adalah politisi senior sehingga tak mau kalau dia terlihat bego di hadapan tuan Bupati. (tetapi dalam hatinya dia terus mencari jawaban atas maksud dari jawaban tuan Bupati itu). Belum sempat dia menemukan jawaban, tiba-tiba sang bupati sudah melempar pertanyaan kepada sang pemilik rumah.

“Maaf tuan, saya ingin ke toilet. Tolong tunjukan saya dimana letaknya?” kata tuan Bupati. “Oh, di sana (sambil menunjuk ke arah lorong belakang rumah)” lalu orang nomor satu di kadipaten Palsu itu pun melangkah ringan ke menuju kamar belakang untuk membuang hajat. Bersamaan dengan itu, kedua abdi yang tadinya berdiri persis disamping Bupati, berebutan, saling sikut, saling dorong hingga salah satunya jatuh terkelungkup di lantai rumah...(apesss)

Abdi yang menangpun langsung berlari mengekor sang tuan Bupati dan terlihat masuk toilet bersama-sama. Tentu saja, pemilik rumah semakin di buat penasaran. Dia pun bergumam, “lho...koq ikut masuk?”

“oh...itu bos, tugas kami adalah membersihkan sisa beol di anus tuan kami. Kalau tidak begitu, kami di pecat.” Kata abdi yang kalah sambil mengebaskan kotoran lantai yang melekat di pakainyannya.

“uuuuuuuuuuuwaaaaaaaaak......uwakkkkkkkkkkkkk..................” sontak sang pimilik rumah muntah, tumpahan muntah itu tersembur keluar dari mulut dan tepat mengenai wajah sang abdi....

Bukanya jijik, sang abdi malah terlihat senang....”oh...yaaahhhhhhhhhh....uenak. itu yang di sebut tak ada rotan akar pun jadi, tak dapat sisa beol sang tuan, muntahan bung pun terasa enak koq,” kata sang abdi dengan bangga. (sambil menjulur lidah dan menjilat tumpahan muntah di wajahnya)

Catatan : Cerita ini hanyalah fiksi. Bila ada kejadian, nama dan tempat yang sama dengan dunia nyata, itu hanyalah sebuah kebetulan belaka.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar