Rabu, 23 Maret 2016

Fiksi : Istri Abdi dan Dewan Pertimbangan Belajar Muasin Suami di Luar Negeri



Wangatoa, Rabu 23/3/2016
Tersiar kabar kalau istri para Abdi dan istri para anggota Dewan Pertimbangan Kadipaten Palsu, beberapa bulan kedepan akan melakukan perjalanan ke negeri seberang. Perjalanan itu guna menjawab program kementrian di negara Antaberanta yang menangani urusan bagian dalam. (dalam negeri, dalam laut, dalam rumah, dan dalaman-dalaman lainnya). 

Mentri urusan bagian dalam negeri Antaberanta itu memang sengaja mengundang para istri Abdi dan Dewan Pertimbangan Kadipaten Palsu, untuk di didik menjadi perempuan yang terampil menyenangkan suami. Bukan apa-apa, hasil penelitian menyebutkan, para pejabat di negeri itu termasuk Bupatinya gemar menghabiskan uang negera untuk urusan mencari kepuasan bathin, terutama kepuasan lain yang tak pernah mereka dapat dari istri. 

Banyak warga di kadipaten Palsu tentu tak sepakat dengan rencana perjalanan puluhan istri para elit kadipaten itu karena selain menghabiskan uang yang  tidak sedikit, warga juga berpendapat kalau negara tak boleh mengintervensi hingga ke urusan kepuasan rumah tangga warganya. Kekecewaan warga kadipaten itu berani mereka utarakan secara terbuka melalui berbagai media dan dalam berbagai kesempatan. Cacian, hujatan dan beragam kata-kata kasar lainnya terus saja mengudara, hingga langit di kadipaten itu terlihat merah (mungkin karena banyak menampung kemarahan warga).

Namun berbeda dengan Anis. Tak semua hal yang di sampaikan warga dia sepakat. Pria kampung yang terlanjur kharismatik itu punya analisis sendiri, apalagi Anis tau betul kalau negeri tetangga tempat para istri pejabat dari Kadipaten Palsu dididik, perempuannya piawai dalam urusan puas dan memuaskan. Terbukti, para suami asal negeri tetangga itu jujur dalam mengelola keuangan negara, mereka menolak jika uang negara di pakai untuk jajan, kecuali dalam keadaan kebelet.....hhhhh
Pendapat Anis yang agak berbeda itu dia sampaikan dalam sebuah kesempatan di rapat antar kampung. 

“Saudara-saudara kita tidak perlu menanggapi rencana kunjungan para ibu-ibu atau istri dari pejabat kita ke negeri tetangga dengan cara sangat fulgar. Menurut saya, memang ada dampak kerugian terutama bagi daerah kita, karena ada banyak biaya yang keluar untuk urusan yang tidak penting. Tetapi tentu ada hal positif dari program itu. Jangan bandingkan pengabdian yang dulu dengan sekarang. Di tengah jaman yang semakin modern ini, pelayanan prima kepada masyarakat bisa di lakukan apabila di rumah, sang pejabat mendapat kepuasan bathin,” kata Anis. 

Getaran suara Anis yang terpancar dari alat pengeras suara membuat peserta rapat hening dan penuh perhatian. Dia paham, kalau forum mulai terpengaruh, saat itulah dia melanjutkan kata-katanya.  
Bayangkan saja, bagaimana mungkin seorang Abdi atau seorang anggota Dewan Pertimbangan berpikir untuk rakyat, kalau ternyata di rumahnya sang istri tak mampu melayaninya dengan baik? Jadi saya sepakat dengan Menteri urusan dalaman itu. Agar pejabat-pejabat kita tak lagi melakukan perjalanan untuk urusan “tete bobo” istri mereka harus di beri pendidikan khusus,” sambung Anis semakin berapi-api, hingga ruang rapat di penuhi asap....heheheh

Pendapat Anis yang sepintas dilihat tak berbobot namun disampaikan dengan sangat cerdas apalagi di barengi dengan suara berat berwibawa, mampu mempengaruhi emosi hingga meningkatkan birahi peserta forum rapat....hehehe, (pasti baca sambil ketawa khan?? Ayo ngaku.....)

Banyak peserta rapat terutama yang perempuan, ketika mendengar suara pria kharismatik itu langsung menjatuhkan kepala ke sandaran kursi dan nyenyak...Anis, dilawan....hhhh, iya khan?? 

“Yah...saudara-saudara, “Tete Bobo” sembarangan bukan saja mendatangkan kerusakan moral, namun rentan dengan penyakit. Padahal, pejabat harus sehat, dan kuat. Kalau pejabat sakit, otaknya menjadi tumpul, apalagi sakitnya akibat tertular penyakit tete bo....bo..., wah...bahaya khan??

Suasana masih hening, namun tiba-tiba ada suara nyeletup dari belakang. Setujuuuuuuuu....teriak seorang peserta rapat. Tentu saja, suara yang tiba-tiba datang itu membuat banyak peserta rapat kaget, yang tadinya tidur terbangun...hehehe, Anis menoleh untuk mencari tau dari mana dan siapa gerangan orang yang tiba-tiba nyeletup itu. 

“Ah...Kau toh,  Anus.” Kau memang sahabat setia ku,” kata Anis kepada Anus, yang tak lain sahabat sekampungnya. Setelah diam sejenak, Anus sahabatnya itu lalu melanjutkan. “tapi bagaimana kalau ada diantara para istri pejabat yang menolak untuk berangkat?” tanya Anus. 

“Nah...ini...ini baru pertanyaan pintar (Anis memuji Anus). Saudara-saudara, kita harus memberi apresiasi kepada istri-istri pejabat kita yang menolak untuk berangkat,” kata Anis. 

“yah...tapi bagaimana mungkin mereka di beri apresiasi, bukankah mereka melawan perintah Menteri? Mereka harus dididik,” protes seorang peserta.

“oh...kau salah saudaraku..yang tidak berangkat, adalah tipe istri ideal, dan sudah pasti suami mereka adalah suami-suami setia, dan melawan tindakan korupsi. Istri yang menolak berangkat adalah istri yang mampu menjalankan tugasnya dengan baik, mereka yang mampu membuat suami mereka betah di rumah, istri yang cerdas dan selalu menjadi teman diskusi, istri yang tak banyak meminta namun tulus memberi, istri yang menolak menerima uang haram, istri yang mampu menjadi penyejuk jiwa kala suami gundah, istri yang selalu mengucap selamat datang dengan senyum gembira kepada suami dan pokoknya mereka adalah perempuan-perempuan mulia yang ada di kapung kita dan menjadi kebanggaan kita warga kebanyakan penghuni Kadipaten Palsu ini,” kata Anis memberi pujian.
Tentu saja, peserta rapat yang sedari tadih diam, karena hanyut dengan pendapat cerdas Anis, spontan memberi standing upplause, banyak peserta rapat berebutan memberi pujian kepadanya, forum kian riuh....lalu bubar...hhhhhh...(Yogi Making)

Catatan : kisah ini hanyalah sebuah hayalan penulis, jika ada kejadian yang sama dalam dunia nyata itu hanyalah sebuah kebetulan belaka. Selamat membaca, semoga memberi hikmah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar