Selasa, 18 September 2018

Ruman Desa Terpencil, Kampung Literasi Budaya

Selat Ruman, By. Yogi Making

(Dalam Sebuah Catatan Perjalanan) 

Desa Ruman, kampung yang mungkin dari namanya, banyak diantara kita orang Lembata merasa asing di telinga. Ia, Desa  kecil di Tanjung Leur, Kecamatan Omesuri ini menurut saya adalah sebuah kampung Literasi Budaya. Lah koq..? yah, kampung yang terletak di tanah kedang ini, sesungguhnya di kuasai (baca di huni) paling banyak oleh suku pendatang. Banyak diantara penduduknya adalah anak keturunan Ile Ape.
Prosesi Hantaran  Keluarga Pria, Pra Akad Nikah By : Yogi Making
Putra Lewohala Lolo Melu, juga anak keturunan Kepitan Boyang dari Tolok Lama  Dike, Dike Tena Lema, hidup disini, di Rumang. Mereka mengikat diri dengan adat dan budaya Kedang, tapi sedikitpun tak meninggalkan kebiasaan Ile Ape. Disini mereka bersatu, yang penduduk asli kedang maupun pendatang. Orang Ile Ape menyebut saudara-saudaranya yang anak asli kedang sebagai “kakang aring” mereka berbaur dalam dua budaya yang berbeda. Seluruh penduduknya beragama muslim.

Sebagai warga kampung yang hidup jauh (nyaris terisolir) dari keramaian dan hiruk pikuk kota, membuat tali persaudaraan seluruh penduduk kampung kuat terikat.

Rumang diakui, sebagai Kampungnya “Orang Ile Ape” di Kedang. Selain jumah penduduk yang lebih banyak anak keturunan Ile Ape, secara politikpun, Ruman di komandani oleh kepala desa yang juga orang Ile Ape. Begitu juga dengan perangkat desa dan BPD. Saya mencatat, setidaknya dalam dua periode kepemimpinan di desa ini atau sejak Ruman menjadi desa definitive, kepala desanya adalah anak keturunan Ile Ape. Tidak masalah, dan aman-aman saja.

Sebagai informasi, penduduk Ile Ape terbanyak di desa ini, tercatat dari tiga marga, yakni Soromaking (Kultur Lewohala-Ile Ape, Desa Jontona), Langobelen dan Ladopurap (Desa Lewolotolok). Ada juga Marga Paokuma (dari Lamahala-Adonara), dan beberapa marga lain dari Ile Ape, yang dari sisi jumah tidak banyak.
Pose Berssama Pengantin, By Yogi Making

Minggu 16/9/2018, untuk kesekian kalinya saya dan Istri berkesempatan mengeksplor Desa Ruman. Senang sekali, berada di tengah-tengah keluarga saya disana, seperti bernostalgia. berkumpul di tengah komunitas muslim. Tak dibedakan, tidak kaku karena kami memang bersaudara. Mungkin situasi seperti inilah yang disebut, Pancasila yang hidup.  

Sebetulnya kami tidak datang untuk sekedar melancong, menikmati keindahan Ruman yang memang Indah, dan tersimpan sejuta kekayaan budaya dan alamnya. Tetapi kami datang untuk menghadiri acara Akad Nikah Saudari Sepupu saya, Habiba Soromaking, Putri Bapak Boli Ledo Soromaking dengan Adinda Tuaq Bin Adul Rasyid. Pria kelahiran Desa Bareng yang berdarah Lamahala.
Huf… Lelah karena perjalanan jauh menuju Ruman, juga jalanan Lembata yang tingkat kerusakannya masuk tingkat dewa. Tapi, jangan salah. Semua lelah perjalanan itu terbayar lunas dengan sambutan mesra keluarga, dan pesona alam yang indah. Ah..Ruman, entah sudah berapa kali saya datang kesana, tapi memang kampung kecil itu selalu membawa rindu untuk lagi dan datang lagi kesana.
Situs Batu Belut di Ruman, By Yogi Making

Datang ke Ruman, kita belajar banyak hal, belajar budayannya, belajar perpaduan hidup masyarakat beda asal, melihat situs-situs budaya yang menyimpan cerita tentang hadirnya manusia pertama di Lembata, juga belajar tentang manusia bercengkrama dengan buaya. Hewan buas yang di percaya sebagai leluhurnya Suku Kedang.

Jadi tunggu apa lagi? ayo..siapkan waktu, kita ke Ruman….
 (Yogi Making)

1 komentar: