Sabtu, 20 November 2021

Akui Kelemahan, Lalu Perbaiki Diri

Elias Kaluli Making (Yogi Making)
                                            
Prof. Mafud MD dalam sebuah kesempatan pernah bilang begini, “Jika aktor bermoral bobrok, maka pelaksanaan aturannya pun akan bobrok, karena pelaksanaan aturan sangat ditentukan oleh pelakunya,”

Saya memahami pernyataan mantan Ketua MK itu begini, kadang tindakan (keputusan) benar secara aturan, tetapi secara moral masih dipertanyakan. Yah.. omong tentang pertimbangan moral dalam satu keputusan/kebijakan, bukan sekedar datang dari satu pihak, terutama pihak yang berkuasa, tetapi juga sangat ditentukan oleh orang-orang disampingnya, termasuk pula yang kemudian menjadi penerima mandat atau yang menjadi pelaksana atas keputusan/kebijakan.

Sampai disini saya juga teringat akan sebuah artikel yang ditulis oleh Sosiolog Universitas Indonesia asal kota Renya, Larantuka. Dr. Ignas Kleden, berjudul  “Pemimpin Panutan atau Pemimpin Demokrastis” Melalui artikel yang terbit di SKH Kompas (kalau saya tidak salah ingat) Ignas Kleden bilang begini :

“Pemimpin yang baik harus diandaikan bisa melakukan kesalahan, tetapi dia harus siap untuk dikoreksi. Legitimasinya lebih terjamin kalau dia mempunyai moral courage untuk mengakui kesalahannya, memperbaikinya, dan bersedia menerima sanksi akibat kesalahan tersebut. Jalan ini jauh lebih menguntungkannya secara politik daripada kalau dia berkelit dengan berbagai dalih bahwa dia tak melakukan kesalahan apa pun. Terhadap godaan penyelewengan kekuasaan, kita tidak mengharapkan bahwa seorang pemimpin akan demikian teguh hatinya dan demikian saleh jiwanya sehingga sanggup mengatasi godaan penyelewengan dengan kekuatannnya sendiri,”

Pendapat dua tokoh ini memang menarik untuk disimak, tetapi harus diakui bahwa sangat sulit untuk dipraktekkan. Akan sangat sulit bagi seseorang (tidak hanya pemimpin) yang secara terbuka dan berani mengakui kesalahan.

Mengenai hal yang terakhir ini, Dr. Ignas juga menulis bahwa  “Kecenderungan orang untuk memperbesar dirinya jauh lebih kuat daripada kemampuannya membatasi diri, dan kecenderungan membenarkan diri juga berkali-kali lebih besar dari kemampuannya mengritik dan mengawasi dirinya.

Yah, harus kita akui bahwa godaan untuk menyelewengkan sedikit kuasa yang kita punya, selalu ada, dan biasanya datang dari orang-orang disamping kita, mereka mungkin orang-orang dekat. Mungkin keluarga, dan bisa juga teman-teman dekat. Mereka, yang seringkali tampil pasang badan untuk membela, dan mencari alasan pembenar atas sebuah tindakan moral kita yang keliru, adalah orang-orang yang paling mungkin menggoda kita untuk jatuh pada kesalahan.

Dan saya pikir, jika setiap kita selalu mengadaikan diri bahwa, kapan saja kita bisa tergoda untuk jatuh dalam sebuah kesalahan, maka baiklah kita membiarkan diri untuk diawasi, beri ruang pada orang lain untuk mengrkritik, sambil kita berbenah untuk memperbaiki kesalahan. Toh, membela diri/membuat alasan pembenar hanyalah cara untuk kita terus berada dalam lingkaran kesalahan.

Terhadap sesama, kerabat, keluarga atau yang dekat, akan lebih baik kita saling menjaga. jangan takut menegur bila sodaramu melakukan kesalahan (fraternal corecction), agar sodara kita tidak jatuh. Semoga Berkenan. (Yogi Making)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar