Jumat, 05 November 2021

Beberapa Isu Penting Dalam Pilkades 2021

Elias Kaluli Making/Ketua KPU Lembata


Bahwa, Pilkades lahir sesuai UU nomor 6 tahun 2014 yang kemudian diperkuat lagi dengan aturan-aturan ikutanya. Dan Penyelenggaraan Pilkades dilaksanakan oleh Panitia Penyelenggara yang dibentuk oleh Bupati pada tingkat Kabupaten dan pada tingkat desa dibentuk oleh BPD.

Kendati demikian, sebagai Komsioner KPU tentu saya punya tanggungjawab moril untuk mendorong pelaksaan pesta demokrasi lokal ini, agar berjalan secara demokratis. Pilkades bagi kami adalah  moment kebangkitan kesadaran demokrasi masyarakat, untuk terlibat dan mengambil bagian secara langsung dalam menentukan nasib desanya kedepan.

Waktu pencoblosan dan perhitungan suara dalam ajang Pemilihan Kepala Desa Serentak Kabupaten Lembata tahun 2021 masih tersisa beberapa hari lagi. Tentu saja persiapan menuju hari “H” pemilihan semakin mendekati final. Kendati waktu pemilihan sudah didepan mata, namun penyelenggara dan warga pemiilih diminta untuk memperhatikan beberapa isu  penting agar pelaksanaan pesta demokrasi lokal itu berjalan tanpa hambatan. Beberapa isu penting yang saya maksud itu antara lain :

Warga Pemilih ditentukan berdasarkan alamat domisili.

Definisi Pemilih dalam Pilkades adalah : 17 Tahun atau telah/pernah Kawin, dan ditetapkan sebagai pemilih, tidak sedang terganggu ingatannya, tidak dicabut hak pilihnya, dan BERDOMISILI paling lama 6 Bulan sebelum disahkan daftar pemilih dan dibuktikan dengan KTP.

Definisi Domisili menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah : Tempat tinggal resmi, atau tempat kediaman yang sah. Kata resmi, merujuk pada pengakuan negara terhadap tempat tinggal seseorang yang dapat dibuktikan secara hukum administrasi. Pengakuan tempat tinggal resmi seorang warga negara itu antara lain : tercatat sebagai penduduk dalam satu wilayah administrasi pemerintahan, yang dibuktikan dengan KTP.

Tetapi terdapat pula defisini domisili menurut badan Pusat Statistik yakni : alamat domisili adalah alamat sesuai tempat tinggal seseorang saat ini. Itu berarti, alamat tinggal seseorang bisa berbeda dengan alamat yang tercantum dalam KTP.

Dalam urusan dengan Pilkades dan merujuk pada definisi pemilih diatas, maka perlu pantia tingkat kabupaten memberikan pemahaman secara masif kepada Penyelenggara Pilkades tingkat desa, agar tidak terjadi pemahaman yang berbeda, terutama tentang rujukan definisi dominisi.   

Lama tinggal 6 bulan, butuh pembuktian secara administrasi, atau dengan kata lain, dengan cara apa seorang warga dibuktikan telah tinggal selama 6 bulan didesanya? KTP bukan bukan satu-satunya pembuktian lama tinggal.

Contoh kasus : Bila si A selama 2 tahun merantau keluar desa B, dan baru pulang ke kampung satu minggu sebelum pilkades. Secara administrasi Si “A” tercatat sebagai penduduk desa B dan si A ternyata masih memiliki KTP aktif dengan alamat domisili desa B. Merujuk pada kata lama tinggal 6 bulan dengan bukti KTP, maka si "A" berhak memilih, tetapi bila merujuk pada waktu lama tinggal, maka Penduduk A dimaksud tidak berhak/dan bukan pemilih. Untuk kasus ini, peenyelenggara menggunakan alat ukur apa untuk melarang warga "A" untuk tidak menggunakan hak pilihnya?  

Minimnya Ruang Pengawasan Partisipatif

Mahfud MD dalam sebuah kesempatan melalui Indonesia Laryer club mengatakan begini, “Asas Praduga tak bersalah, hanya berlaku pada hakim, tetapi dalam urusan dengan pembuktian sebelum masuk ruang pengadilan, harusnya menggunakan asas praduga bersalah,”

Artinya, potensi pelanggaran itu selalu ada, dan salah satu cara untuk meminimalisir adanya sebuah tindakan pelanggaran adalah, dengan melakukan pengawasan yang meluas dan melibatkan seluruh komponen warga. Fakta Pilkades serentak 2021, justru berbeda. Ruang pengawasan partisipatif yang harusnya melekat dalam diri seorang warga dihilangkan, dan diganti dengan sistem keterwakilan warga.

Disamping itu, kita juga harus mengakui, bahwa Pilkades masih minim sosislisasi, terutama sosialisasi aturan Pilkades kepada warga pemilih. minimnya sosialisasi aturan berdampak pada minimnya pengetahuan warga terhadap aturan pelaksanaan Pilkades. 

Pasal 44D ayat (2) Permendagri nomor 72 tahun 2020 tentang Pilkades menyebut, yang boleh hadir dalam proses perhitungan suara adalah : Calon Kades dan pendamping 1 orang, Panitia Pemilihan, BPD 3 orang, Panitia Pemilihan Kabupaten 1 orang, Panitia Pilkades Kecamatan 1 orang, 1 orang yang memiliki kemampuan di bidang kesehatan, dan keterwakilan dari lembaga kemasyarakatan desa dan lembaga adat (masing-masing 1 orang).

Menurut Permen 72, dari perseta diatas bila ada yang tidak hadir maka dicatatkan dalam Berita Acara. Tetapi tidak diatur tentang bagaimana bila terjadi pelanggaran saat perhitungan suara dimulai, bahkan setahu saya, sampai hari ini belum ada satupun juknis yang mengatur dan menjadi panduan tentang mekanisme perhitungan suara di TPS.

Belum ada Regulasi Tentang Penyelesaian Sengketa Pilkades

Dalam setiap Pemilu, pelanggaran atau sengketa kerap terjadi. Sebagai negara yang menganut sistem demokrasi, tentu ada sistem tertentu yang mengatur tentang resolusi atau penyelesaian sengketa tersebut. 

Dalam urusan dengan Pemilu dan Pemilihan, Pengawasan dikawal oleh Bawaslu, tetapi berbeda dengan Pilkades. Belum jelas, apa tugas Pengawas Pilkades di desa. saya masih melihat, kawan-kawan Pengawas Pilkades dihadirkan, semata untuk memenuhi syarat demokrasi, tetapi tidak dibekali dengan pengetahuan yang cukup, apalagi tidak dibarengi dengan panduan pelaksanaan tugas pengawasan. Dalam urusan dengan pengawasan pelaksanaan Pilkades, masih terdapat kekosongan hukum.

Beberapa jenis pelanggaran menurut UU Pemillu adalah ; sengketa Pemilu, di antaranya pelanggaran administrasi, sengketa proses Pemilu, sengketa TUN Pemilu, pelanggaran kode etik, tindak pidana Pemilu, dan Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilu (PHPU). Jenis pelanggaran dimaksud, sangat mugkin terjadi dalam Pikades. 

Bila terjadi pelanggaran/sengketa dalam Pilkades, kemana kasus ini dibawa dan bagaimana cara penyelesaian sengketanya? 

Pembaca yang budiman, ini beberapa isu yang saya pandang penting dan menjadi perhatian semua kalangan warga pemerhati demokrasi. Kiranya menjadi perhatian serius semua pihak. Dan bila dianggap penting, maka perlu dicarikan jalan keluar secepatnya. (Yogi Making)

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar