![]() |
Elias Kaluli Making/Ketua KPU Lembata |
Bahwa, Pilkades lahir sesuai UU nomor 6 tahun 2014 yang kemudian diperkuat lagi dengan aturan-aturan ikutanya. Dan Penyelenggaraan Pilkades dilaksanakan oleh Panitia Penyelenggara yang dibentuk oleh Bupati pada tingkat Kabupaten dan pada tingkat desa dibentuk oleh BPD.
Kendati demikian, sebagai Komsioner KPU tentu saya punya tanggungjawab moril untuk mendorong pelaksaan pesta demokrasi lokal ini, agar berjalan secara demokratis. Pilkades bagi kami adalah moment kebangkitan kesadaran demokrasi masyarakat, untuk terlibat dan mengambil bagian secara langsung dalam menentukan nasib desanya kedepan.
Waktu pencoblosan dan perhitungan suara dalam ajang Pemilihan Kepala Desa Serentak Kabupaten Lembata tahun 2021 masih tersisa beberapa hari lagi. Tentu saja persiapan menuju hari “H” pemilihan semakin mendekati final. Kendati waktu pemilihan sudah didepan mata, namun penyelenggara dan warga pemiilih diminta untuk memperhatikan beberapa isu penting agar pelaksanaan pesta demokrasi lokal itu berjalan tanpa hambatan. Beberapa isu penting yang saya maksud itu antara lain :
Warga Pemilih ditentukan
berdasarkan alamat domisili.
Definisi Pemilih dalam Pilkades
adalah : 17 Tahun atau telah/pernah Kawin, dan ditetapkan sebagai pemilih,
tidak sedang terganggu ingatannya, tidak dicabut hak pilihnya, dan BERDOMISILI
paling lama 6 Bulan sebelum disahkan daftar pemilih dan dibuktikan dengan
KTP.
Definisi Domisili menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia adalah : Tempat tinggal resmi, atau tempat kediaman yang
sah. Kata resmi, merujuk pada pengakuan negara terhadap tempat tinggal
seseorang yang dapat dibuktikan secara hukum administrasi. Pengakuan tempat
tinggal resmi seorang warga negara itu antara lain : tercatat sebagai penduduk
dalam satu wilayah administrasi pemerintahan, yang dibuktikan dengan KTP.
Tetapi terdapat pula defisini
domisili menurut badan Pusat Statistik yakni : alamat domisili adalah alamat
sesuai tempat tinggal seseorang saat ini. Itu berarti, alamat tinggal seseorang
bisa berbeda dengan alamat yang tercantum dalam KTP.
Dalam urusan dengan Pilkades dan
merujuk pada definisi pemilih diatas, maka perlu pantia tingkat kabupaten memberikan
pemahaman secara masif kepada Penyelenggara Pilkades tingkat desa, agar tidak
terjadi pemahaman yang berbeda, terutama tentang rujukan definisi dominisi.
Lama tinggal 6 bulan,
butuh pembuktian secara administrasi, atau dengan kata lain, dengan cara apa seorang
warga dibuktikan telah tinggal selama 6 bulan didesanya? KTP bukan bukan
satu-satunya pembuktian lama tinggal.
Contoh kasus : Bila si A selama 2
tahun merantau keluar desa B, dan baru pulang ke kampung satu minggu sebelum
pilkades. Secara administrasi Si “A” tercatat sebagai penduduk desa B dan si A
ternyata masih memiliki KTP aktif dengan alamat domisili desa B. Merujuk
pada kata lama tinggal 6 bulan dengan bukti KTP, maka si "A" berhak memilih, tetapi bila merujuk pada waktu lama tinggal, maka
Penduduk A dimaksud tidak berhak/dan bukan pemilih. Untuk kasus ini, peenyelenggara menggunakan alat ukur apa untuk melarang warga "A" untuk tidak menggunakan hak pilihnya?
Minimnya Ruang Pengawasan Partisipatif
Mahfud MD dalam sebuah kesempatan
melalui Indonesia Laryer club mengatakan begini, “Asas Praduga tak bersalah, hanya berlaku pada hakim, tetapi dalam urusan dengan pembuktian sebelum masuk ruang pengadilan, harusnya
menggunakan asas praduga bersalah,”
Artinya, potensi pelanggaran itu
selalu ada, dan salah satu cara untuk meminimalisir adanya sebuah tindakan pelanggaran
adalah, dengan melakukan pengawasan yang meluas dan melibatkan seluruh komponen
warga. Fakta Pilkades serentak 2021, justru berbeda. Ruang pengawasan partisipatif
yang harusnya melekat dalam diri seorang warga dihilangkan, dan diganti dengan sistem
keterwakilan warga.
Disamping itu, kita juga harus mengakui, bahwa Pilkades masih minim sosislisasi, terutama sosialisasi aturan Pilkades kepada warga pemilih. minimnya sosialisasi aturan berdampak pada minimnya pengetahuan warga terhadap aturan pelaksanaan Pilkades.
Pasal 44D ayat (2) Permendagri nomor 72 tahun
2020 tentang Pilkades menyebut, yang boleh hadir dalam proses perhitungan suara
adalah : Calon Kades dan pendamping 1 orang, Panitia Pemilihan, BPD 3 orang,
Panitia Pemilihan Kabupaten 1 orang, Panitia Pilkades Kecamatan 1 orang, 1
orang yang memiliki kemampuan di bidang kesehatan, dan keterwakilan dari lembaga
kemasyarakatan desa dan lembaga adat (masing-masing 1 orang).
Menurut Permen 72, dari perseta
diatas bila ada yang tidak hadir maka dicatatkan dalam Berita Acara. Tetapi tidak diatur
tentang bagaimana bila terjadi pelanggaran saat perhitungan suara dimulai,
bahkan setahu saya, sampai hari ini belum ada satupun juknis yang mengatur dan
menjadi panduan tentang mekanisme perhitungan suara di TPS.
Belum ada Regulasi Tentang Penyelesaian
Sengketa Pilkades
Dalam setiap Pemilu, pelanggaran atau sengketa kerap terjadi. Sebagai negara yang menganut sistem demokrasi, tentu ada sistem tertentu yang mengatur tentang resolusi atau penyelesaian sengketa tersebut.
Dalam urusan dengan Pemilu dan Pemilihan, Pengawasan
dikawal oleh Bawaslu, tetapi berbeda dengan Pilkades. Belum jelas, apa tugas
Pengawas Pilkades di desa. saya masih melihat, kawan-kawan Pengawas Pilkades dihadirkan, semata untuk memenuhi syarat demokrasi, tetapi tidak
dibekali dengan pengetahuan yang cukup, apalagi tidak dibarengi dengan panduan
pelaksanaan tugas pengawasan. Dalam urusan dengan pengawasan pelaksanaan
Pilkades, masih terdapat kekosongan hukum.
Beberapa jenis pelanggaran
menurut UU Pemillu adalah ; sengketa Pemilu, di antaranya pelanggaran
administrasi, sengketa proses Pemilu, sengketa TUN Pemilu, pelanggaran kode
etik, tindak pidana Pemilu, dan Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilu (PHPU). Jenis pelanggaran dimaksud, sangat mugkin terjadi dalam Pikades.
Bila terjadi pelanggaran/sengketa
dalam Pilkades, kemana kasus ini dibawa dan bagaimana cara penyelesaian
sengketanya?
Pembaca yang budiman, ini beberapa isu yang saya pandang penting dan menjadi perhatian semua kalangan warga pemerhati demokrasi. Kiranya
menjadi perhatian serius semua pihak. Dan bila dianggap penting, maka
perlu dicarikan jalan keluar secepatnya. (Yogi Making)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar