Catatan : Ceritera
ini hanyalah sebuah khayalan penulis. Bila ada nama, tempat dan kejadian yang
sama dengan yang ada dalam ceritera ini, itu hanyalah sebuah kebetulan belaka.

samping rumah, tiba-tiba Anus teman karibnya muncul dengan muka lusuh. Tentu saja Anis kaget, karena biasanya keseharian sahabat sejatinya itu adalah orang periang. Eh..belum sempat di suruh duduk, Anus sudah ngomel-ngomel
Anus :
Ah...Kawan, saya sudah jenuh dengan kondisi di kadipaten ini. Masa, tadi istri
saya di telepon seseorang yang tidak di kenal, dan ancam-ancam saya. bikin kami
punya rumah tangga jadi berantakan. Bangsat sekali orang itu..
Anis :
Kenapa lagi kau ini. Sini duduk baru ceritera. Santai saja bro...kata Anis.
Setelah sahabatnya duduk, Anis lalu memanggil Inalila sang istri tercintanya
untuk di minta menyediakan kopi buat sahabatnya.
Anis : Lila,
sayang e...Panggil Anis pada istrinya yang lagi di dapur
Inalila :
Ada apa bapa, pake teriak-teriak segala. Jawab Inalila yang terlihat berjalan
mendekat ke pohon tempat suaminya duduk .
Anis : Ini
si Anus datang, bikinin kopi buat dia ya sayang..Kata Anis yang berlagak mesra
pada istrinya. Mendengar permintaan suaminya Lila sang istri langsung berbalik
menuju dapur. Tak berapa lama muncul kembali Inalila dengan segelas kopi lalu
disajikan buat Anus tamu suaminya itu. Silahkan di minum om Anus..kata Ina
Lila. Ya..terimakasih. jawab Anus.
Setelah sang
istri berlalu pergi, Anis kembali meminta Anus sahabatnya itu untuk
berceritera.
Anis :
Teman, kau Kenapa? Orang itu telepon soal apa?
Anus :
Begini kawan...Saya ini kan ketua Partai, kau tau kan? Karena masa kepemimpinan
bupati ini hampir berakhir, saya di calonkan untuk menjadi Bupati.
Anis :
Lha..itu bagus, lalu kenapa kau marah-marah.
Anus :
Bagaimana tidak marah-marah. Seseorang yang saya ceriterakan tadi, mengancam untuk
membongkar aib saya. Katanya, saya punya istri simpanan. Buruknya, itu orang
yang kami tidak kenal itu menelpon ke nomor istri saya. dia bilang begini.
“tolong sampaikan pada suamimu untuk jangan coba-coba mencalonkan dirinya jadi
Bupati. Pintu partainya itu hanya untuk saya. Kalau dia ngotot maju, saya akan
bongkar aibnya, suamimu itu punya selir di luar kadipaten,” Ah...berita dari si
bangsat itu, buat istri saya naik pitam. Dia percaya dengan ceritera bohong
itu, Kami bertengkar. Ribut besar di rumah saya. Manusia keparat betul, saya
mau cek, itu siapa dia? Saya mau ribut dengan dia.
Anis :
E..kawan, kau jangan emosional begitulah. Tenang saja dulu. Mestinya kau bangga
kalau sekarang saat kau di wacanakan untuk maju merebut kursi kekuasaan di kadipaten
ini, ada yang mulai ketar-ketir ketakutan. Takut hilang kuasa, takut hilang
pamor, takut kalau nanti kau bongkar seluruh perbuatan jahatnya yang di buat
saat dia berkuasa. Itu juga tanda kalau kau menjadi pesaing besarnya. Tidak perlu
cemas dengan itu, kau ini anak asli, saya kenal kau, saya tau komitmen
perjuangan mu. Soal isu itu, ah...kecil, tidak perlu di tanggapi.
Anis :
bagaimana tidak marah, saya tidak suka kalau di ancam-ancam. Apalagi dengan
ceritera palsu. Teman...Anis, saya ini sebenarnya tidak mau jadi calon Bupati,
tapi karena saya lihat kita yang mengaku anak asli, dengan pendidikan asli, gelar
asli, Kog, semacam pasrah dan tunduk dibawah orang dengan indentitas palsu
begitu. Harga diri kampung ini, harga diri tanah ini, harga diri nenek moyang
kita, mau dia simpan dimana? Apakah karena kekuasaan lalu, semuanya yang
berharga yang kita jaga sejak nenek moyang itu harus digadaikan? Apa memang dia
tak lagi punya malu, karena kemaluannya tidak berfungsi? Mohon kau temui orang
kita yang asli itu, sampaikan padanya bahwa, kalau dia mau rebut kursi
kekuasaan, tolong jangan dengan orang yang tidak jelas asal-usulnya. Tidak jelas sekolahnya, dan tidak jelas-tidak
jelas yang lainnya. Apa dia tidak malu kalau kemudian dia yang sekolah asli
dengan gelar yang membanggakan kampung itu, ikut di bilang tidak asli? Bukan apa-apa,
saya takut kalau orang di luar sana, menilai moral warga tanah ini dengan
ukuran anak kita yang satu itu. ah...malu saya, begitu rendahkah kita sehingga
mau bersekongkol dengan orang yang selama ini sudah menyebabkan kehancuran?
Mendengar
ocehan sabahat karibnya itu, Anis senyum-senyum. Dia tau, siapa yang disebut
dengan putra kadipaten asli dengan gelar akademis yang asli dan mau menjadi
kadidat pemimpin lembata mendapingi Bupati Kadipaten Palsu yang di cap memiliki
sejumlah identitas palsu itu. terhadap ocehan Anus, Anis menjawab
Anis : Kawan
e...Anus. Kau ini macam tidak tau saja. Teknologi sudah merusak moral
manusia dewasa ini, tekonologi itu baik, tapi kadang teknologi kadang membawa
kita untuk berpikir sesat, tidak lagi mengakui kuasa dan keagungan sang khalik.
Kasus yang kau sampaikan itu membuat saya bisa berkesimpulan kalau politik
ibarat manusia kecanduan alat bantu sex.
Kau tau
khan? Sekarang ini ada boneka sex yang di buat mirip perempuan, bisa mendesah
meniru suara perempuan, manusia juga berhasil menciptakan alat bantu seks bagi
perempuan yang di sebut dildo, bahkan di klaim dildo lebih memberi kepuasan
ketimbang kita yang laki-laki ini.
Itu artinya,
kalau manusia dewasa ini yah..memang hanya sebagian kecil saja, tetapi paling
tidak memberi gambaran kalau teknologi sudah menyebabkan ketergantungan yang
amat tinggi, bahkan hingga merusak moral pun tak lagi kita peduli. Kepuasan yang
didapat dari semua yang palsu itu adalah kepuasan semu, karena semu nafsunya
meledak-ledak dan terus mencari dan mencari. Isi otaknya hanya soal kenikmatan,
maka ketika ada peluang selalu dia manfaatkan untuk mastrubasi dengan alat
palsu, dan sudah pasti orgasme palsu. Nikmat sendiri, puas sendiri.
Kalau memang
anak kita itu suka dengan yang palsu, barangkali saja dia memiliki kelainan
moral, jika dia berhasil merebut kekuasaan, mungkin saja dia memanfaatkan yang
palsu itu untuk meraih kenikmatan peribadi. Tapi, bisa juga yang paslu akan
membuat dia semakin tergantung dan terus berada di bawah kekuasaannya. Hehehe...heran
saya. Ternyata ukuran moral manusia dewasa ini bukan dilihat dari gelar, bukan
juga dari sekolah. Maka lebih baik, kita yang tidak sekolah, tinggal di
kampung, tapi cinta untuk tanah nenek moyang kita ini adalah cinta yang asli,
abdi yang tulus. Dan mereka yang mengaku pintar dengan gelar bagus, hanya bisa
bilang cinta kampung, tapi sesungguhnya cintanya adalah cinta semu, kata-kata
manis di ucap untuk menipu kita agar dia terpilih. Setelah itu,
hehehe...orgasme sendiri.
Anus,
terperanggah saat mendengar sedikit penjelasan dari sahabatnya Anis, dalam
hatinya dia sepakat dengan Anis. Gelar dan sekolah ternyata bukan jaminan bagi
baik atau buruknya nurani seseorang, apalagi menjadi pemimpin. Tipe orang
seperti itu, adalah tipe orang yang egois. Sukanya hanya mencari kesenangan
sendiri lalu melupakan orang lain. Nasihat Anis, membawa Anus akan sebuah
kesadaran baru dan,
Anus :
oh...jadi orang yang suka main dengan yang palsu-palsu itu adalah orang hanya
mau orgasme sendiri, begitu? Kalau memang itu, maka manusia tipe itu juga tidak
tau malu. Ah...kasihan, nasib negeri ini semakin terpuruk.
Anis : Yah teman...jadi
kenapa kau harus pusing dengan telepon gelap, pusing dengan urusan yang palsu
dan asli? Tugas kau sebagai ketua partai adalah memberikan pencerdasan politik
kepada masyarakat, dengan cara benar. Soal istrimu yang termakan isu itu, nanti
saya yang menjelaskan. Yang penting kau tenang. Dan kau ingat, Politik di
kadipaten ini ibarat manusia kecanduan boneka sex, kau setuju?
Anus :
Terimakasi Anis. Syukur Tuhan mempertemukan saya dengan kau. Kau orang baik,
kau bijak, kau juga cerdas, kita masih punya nurani untuk kampung ini, jadi
mari kita gandeng tangan untuk buat pencerdasan politik kepada kita punya
warga.
Wangatoa, 30 April 2016
Yogi Making
Tidak ada komentar:
Posting Komentar