Minggu, 01 Mei 2016

ANIS : Kadang Politik Ibarat Manusia Kecanduan Alat Bantu Sex





Catatan : Ceritera ini hanyalah sebuah khayalan penulis. Bila ada nama, tempat dan kejadian yang sama dengan yang ada dalam ceritera ini, itu hanyalah sebuah kebetulan belaka.

Dituturkan kalau satu hari, saat Anis lagi duduk santai sambil ngopi di bawah sebatang pohon di
samping rumah, tiba-tiba Anus teman karibnya muncul dengan muka lusuh. Tentu saja Anis kaget, karena biasanya keseharian sahabat sejatinya itu adalah orang periang. Eh..belum sempat di suruh duduk, Anus sudah ngomel-ngomel

Anus : Ah...Kawan, saya sudah jenuh dengan kondisi di kadipaten ini. Masa, tadi istri saya di telepon seseorang yang tidak di kenal, dan ancam-ancam saya. bikin kami punya rumah tangga jadi berantakan. Bangsat sekali orang itu..

Anis : Kenapa lagi kau ini. Sini duduk baru ceritera. Santai saja bro...kata Anis. 

Setelah sahabatnya duduk, Anis lalu memanggil Inalila sang istri tercintanya untuk di minta menyediakan kopi buat sahabatnya.

Anis : Lila, sayang e...Panggil Anis pada istrinya yang lagi di dapur

Inalila : Ada apa bapa, pake teriak-teriak segala. Jawab Inalila yang terlihat berjalan mendekat ke pohon tempat suaminya duduk .

Anis : Ini si Anus datang, bikinin kopi buat dia ya sayang..Kata Anis yang berlagak mesra pada istrinya. Mendengar permintaan suaminya Lila sang istri langsung berbalik menuju dapur. Tak berapa lama muncul kembali Inalila dengan segelas kopi lalu disajikan buat Anus tamu suaminya itu. Silahkan di minum om Anus..kata Ina Lila. Ya..terimakasih. jawab Anus.

Setelah sang istri berlalu pergi, Anis kembali meminta Anus sahabatnya itu untuk berceritera.

Anis : Teman, kau Kenapa? Orang itu telepon soal apa?

Anus : Begini kawan...Saya ini kan ketua Partai, kau tau kan? Karena masa kepemimpinan bupati ini hampir berakhir, saya di calonkan untuk menjadi Bupati.

Anis : Lha..itu bagus, lalu kenapa kau marah-marah.

Anus : Bagaimana tidak marah-marah. Seseorang yang saya ceriterakan tadi, mengancam untuk membongkar aib saya. Katanya, saya punya istri simpanan. Buruknya, itu orang yang kami tidak kenal itu menelpon ke nomor istri saya. dia bilang begini. “tolong sampaikan pada suamimu untuk jangan coba-coba mencalonkan dirinya jadi Bupati. Pintu partainya itu hanya untuk saya. Kalau dia ngotot maju, saya akan bongkar aibnya, suamimu itu punya selir di luar kadipaten,” Ah...berita dari si bangsat itu, buat istri saya naik pitam. Dia percaya dengan ceritera bohong itu, Kami bertengkar. Ribut besar di rumah saya. Manusia keparat betul, saya mau cek, itu siapa dia? Saya mau ribut dengan dia.

Anis : E..kawan, kau jangan emosional begitulah. Tenang saja dulu. Mestinya kau bangga kalau sekarang saat kau di wacanakan untuk maju merebut kursi kekuasaan di kadipaten ini, ada yang mulai ketar-ketir ketakutan. Takut hilang kuasa, takut hilang pamor, takut kalau nanti kau bongkar seluruh perbuatan jahatnya yang di buat saat dia berkuasa. Itu juga tanda kalau kau menjadi pesaing besarnya. Tidak perlu cemas dengan itu, kau ini anak asli, saya kenal kau, saya tau komitmen perjuangan mu. Soal isu itu, ah...kecil, tidak perlu di tanggapi.

Anis : bagaimana tidak marah, saya tidak suka kalau di ancam-ancam. Apalagi dengan ceritera palsu. Teman...Anis, saya ini sebenarnya tidak mau jadi calon Bupati, tapi karena saya lihat kita yang mengaku anak asli, dengan pendidikan asli, gelar asli, Kog, semacam pasrah dan tunduk dibawah orang dengan indentitas palsu begitu. Harga diri kampung ini, harga diri tanah ini, harga diri nenek moyang kita, mau dia simpan dimana? Apakah karena kekuasaan lalu, semuanya yang berharga yang kita jaga sejak nenek moyang itu harus digadaikan? Apa memang dia tak lagi punya malu, karena kemaluannya tidak berfungsi? Mohon kau temui orang kita yang asli itu, sampaikan padanya bahwa, kalau dia mau rebut kursi kekuasaan, tolong jangan dengan orang yang tidak jelas asal-usulnya.  Tidak jelas sekolahnya, dan tidak jelas-tidak jelas yang lainnya. Apa dia tidak malu kalau kemudian dia yang sekolah asli dengan gelar yang membanggakan kampung itu, ikut di bilang tidak asli? Bukan apa-apa, saya takut kalau orang di luar sana, menilai moral warga tanah ini dengan ukuran anak kita yang satu itu. ah...malu saya, begitu rendahkah kita sehingga mau bersekongkol dengan orang yang selama ini sudah menyebabkan kehancuran?

Mendengar ocehan sabahat karibnya itu, Anis senyum-senyum. Dia tau, siapa yang disebut dengan putra kadipaten asli dengan gelar akademis yang asli dan mau menjadi kadidat pemimpin lembata mendapingi Bupati Kadipaten Palsu yang di cap memiliki sejumlah identitas palsu itu. terhadap ocehan Anus, Anis menjawab

Anis : Kawan e...Anus. Kau ini macam tidak tau saja. Teknologi sudah merusak moral manusia dewasa ini, tekonologi itu baik, tapi kadang teknologi kadang membawa kita untuk berpikir sesat, tidak lagi mengakui kuasa dan keagungan sang khalik. Kasus yang kau sampaikan itu membuat saya bisa berkesimpulan kalau politik ibarat manusia kecanduan alat bantu sex.
Kau tau khan? Sekarang ini ada boneka sex yang di buat mirip perempuan, bisa mendesah meniru suara perempuan, manusia juga berhasil menciptakan alat bantu seks bagi perempuan yang di sebut dildo, bahkan di klaim dildo lebih memberi kepuasan ketimbang kita yang laki-laki ini.
Itu artinya, kalau manusia dewasa ini yah..memang hanya sebagian kecil saja, tetapi paling tidak memberi gambaran kalau teknologi sudah menyebabkan ketergantungan yang amat tinggi, bahkan hingga merusak moral pun tak lagi kita peduli. Kepuasan yang didapat dari semua yang palsu itu adalah kepuasan semu, karena semu nafsunya meledak-ledak dan terus mencari dan mencari. Isi otaknya hanya soal kenikmatan, maka ketika ada peluang selalu dia manfaatkan untuk mastrubasi dengan alat palsu, dan sudah pasti orgasme palsu. Nikmat sendiri, puas sendiri.
Kalau memang anak kita itu suka dengan yang palsu, barangkali saja dia memiliki kelainan moral, jika dia berhasil merebut kekuasaan, mungkin saja dia memanfaatkan yang palsu itu untuk meraih kenikmatan peribadi. Tapi, bisa juga yang paslu akan membuat dia semakin tergantung dan terus berada di bawah kekuasaannya. Hehehe...heran saya. Ternyata ukuran moral manusia dewasa ini bukan dilihat dari gelar, bukan juga dari sekolah. Maka lebih baik, kita yang tidak sekolah, tinggal di kampung, tapi cinta untuk tanah nenek moyang kita ini adalah cinta yang asli, abdi yang tulus. Dan mereka yang mengaku pintar dengan gelar bagus, hanya bisa bilang cinta kampung, tapi sesungguhnya cintanya adalah cinta semu, kata-kata manis di ucap untuk menipu kita agar dia terpilih. Setelah itu, hehehe...orgasme sendiri.

Anus, terperanggah saat mendengar sedikit penjelasan dari sahabatnya Anis, dalam hatinya dia sepakat dengan Anis. Gelar dan sekolah ternyata bukan jaminan bagi baik atau buruknya nurani seseorang, apalagi menjadi pemimpin. Tipe orang seperti itu, adalah tipe orang yang egois. Sukanya hanya mencari kesenangan sendiri lalu melupakan orang lain. Nasihat Anis, membawa Anus akan sebuah kesadaran baru dan,

Anus : oh...jadi orang yang suka main dengan yang palsu-palsu itu adalah orang hanya mau orgasme sendiri, begitu? Kalau memang itu, maka manusia tipe itu juga tidak tau malu. Ah...kasihan, nasib negeri ini semakin terpuruk.

Anis : Yah teman...jadi kenapa kau harus pusing dengan telepon gelap, pusing dengan urusan yang palsu dan asli? Tugas kau sebagai ketua partai adalah memberikan pencerdasan politik kepada masyarakat, dengan cara benar. Soal istrimu yang termakan isu itu, nanti saya yang menjelaskan. Yang penting kau tenang. Dan kau ingat, Politik di kadipaten ini ibarat manusia kecanduan boneka sex, kau setuju?

Anus : Terimakasi Anis. Syukur Tuhan mempertemukan saya dengan kau. Kau orang baik, kau bijak, kau juga cerdas, kita masih punya nurani untuk kampung ini, jadi mari kita gandeng tangan untuk buat pencerdasan politik kepada kita punya warga.
Wangatoa, 30 April 2016
Yogi Making

Tidak ada komentar:

Posting Komentar