Catatan :
Ceritera ini hanyalah sebuah khayalan penulis. Bila ada nama, tempat dan
kejadian yang sama dengan yang ada dalam ceritera ini, itu hanyalah sebuah
kebetulan belaka.
Anis, menyebut nama yang satu ini tentu tidak asing bagi
warga di Kadipaten Palsu. Tokoh utama dalam fiksi tentang kadipaten palsu itu, di
kenal sebagai orang yang cendrung berpikir tentang hal-hal besar dari hal
sepele.
![]() |
Gbr.By Google.com |
Dari hal sepele? Yah...lagian untuk apa juga Anis yang
hanyalah seorang warga petani dengan tingkat pendidikan yang di golongkan jauh
dari kata tinggi itu harus ribet berpikir soal ekonomi, budaya, politik atau
hukum. Sebagai petani Anis tak memiliki kapasitas untuk itu, apalagi di
kadipaten tempat tinggalnya sudah banyak orang yang mengaku hebat, punya posisi
penting di pemerintahan dan politik. Dari sisi pendidikan, manusia-manusia
hebat itu rata-rata berpendidikan sangat tinggi, bahkan lebih tinggi dari
menara evel di Prancis.
“Mending mikirin sex. Sex itu nikmat, mau bolak balik
seperti apapun selalu enak. Apalagi dipraktekkan langsung, Iya khan? jadi kalo
sampai ada yang bilang tidak nikmat, wah...hehehe, harus periksakan diri ke
psikiater tuh, barangkali saja punya kelainan,” demikian Anis menjawab Anus
sahabatnya yang kebetulan bertanya soal kecendrungan Anis menggunakan filosofi
sex untuk urusan politik dan hukum.
“Mungkin kau benar kawan, tapi cara berpikirmu itu membuat
banyak orang merasa tidak nyaman. Saat mendengar ucapanmu soal sex, kadang
membawa orang kedalam pikiran jorok, bahkan ada yang berpendapat ucapanmu
sangat kasar,” bantah Anus.
“Anus, semua orang hebat di kadipeten ini sekolah tinggi,
termasuk kau kawan. Tapi kenapa cara pandang kalian hanya sejauh jangkauan
tangan? Orang seperti kalian suka memikirkan hal besar, dengan strategi besar,
dan rumit tak mampu kalian capai. Semua orang menemukan jalannya
masing-masing. Dan saya menemukan jalan saya lewat sex, tidak suka omong
politik, tetapi saya lebih senang membayangkan tentang masalah hubungan sex
orang-orang yang mengaku pintar, orang-orang yang katanya pejabat, yang katanya
elit politik. Sex itu berpengaruh kepada keadaan psikologis seseorang, pejabat
sekalipun itu. coba kau pikirkan baik-baik kawan, apa yang terjadi jika
orang-orang besar yang katanya sekolah tinggi-tinggi itu tidak mendapatkan
kepuasan saat berhubungan sex? Apakah mereka mempunyai ketenangan saat membuat
keputusan? Dan jangan-jangan karena itu juga yang menyebabkan terjadinya kasus
korupsi? Hehehe...saya juga berpikir, jangan-jangan karena kesibukan yang
sengaja mereka buat-buat itu menyebabkan hubungan sex dengan pasangan mereka
menjadi terganggu. Mereka kesepian, dan akibat banyaknya pejabat kita yang
kesepian, maka lahirkan pelacur politik?”
“Ah..masa iya sampe sebegitunya? Masa orang elit mau jadi
pelacur. Kau ini ada-ada saja Anis,” bantah Anus lagi.
“Iyalah...istilah pelcuran itu tidak saja ada di dunia prostitusi,
tapi juga di politik. Kau tau, munculnya masalah pelacuran di negeri ini, salah
satunya juga karena alasan ekonomi. Para pelacur itu “menjual dirinya” untuk
uang. Begitu juga dengan pelacur politik. Mereka itu bisa saja sedang menjabat
sebagai Dewan Pertimbangan Kadipaten (DPK), atau juga elit partai. Pelacur
politik itu tau betul, kalau pejabat sedang bermasalah dengan orgasmenya.
Kondisi inilah, membuat sang pelacur politik menceburkan diri kedalam kekuasaan
dengan imbalan uang. Tugas mereka pun tidak berat. Hanya membela, melogiskan
apa yang menurut pandangan umum tidak logis. Kau lihat saja, sahabat kita yang
dulu pintar omong itu, yang itu loh....yang di DPK itu, berani pukul meja,
bahkan ancam walk out dari ruang sidang, gara-gara argumentasi untuk membela
penguasa di tolak rapat DPK,” jelas Anis.
“hahaha...hus, kau itu omong teman sendiri. Ah...tapi, jadi
manusia dengan kelakuan seperti angka delapan itu, di golongkan sebagai pelacur
politik. Yah...kau benar juga. Dia memang pelacur, maksud saya dia memang
pelacur politik. Hahahaha...” sambung Anis di selingi tawa ringan menjadikan
diskusi dua sahabat itu semakin seruh.
“Eh..kenapa kau sebut dia dengan angka delapan? “ Anis balik
bertanya kepada Anus yang menyebut pelacur politik ibarat angka delapan.
“Begini kawan...kau ini cerdas, tapi kadang buat diri bodok
e?. Angka delapan itu, terbelit dan kita tidak tau dimana ujungnya. Angka
delapan itu lebih buruk dari benang kusut,” jelas Anus, sekaligus mengkritik
Anis.
“hahahaha...yah..ya, saya mengerti. Hahaha...tapi jangan
begitulah, kau ini kan pemimpin partai. Kalian bedua itu hidup dalam satu dunia,
dan kami mengenal kalian sebagai politisi. Hahahah..Jadi kalau kau susah uang,
maka kau tinggal lamar jadi pelacur politik. Dapat duit banyak, bangun rumah
dan bisa kawin lagi. hahahahahahaha” Sambung Anis yang balik mengkritik Anus.
Jawaban Anis yang tak kalah seruh itu, bukan membuat Anus
tersinggung, sahabat Anis itu malah menyambut ejekan dengan tawa.yah..Dua
sahabat itu memang sudah saling kenal, karena itu walau saling mengkritik tak
pernah sekalipun salah dari mereka tersinggung. Soal ejekan, keduanya
berpendapat kalau itu adalah bumbu dalam menjalin pertemanan diantara mereka.
Lewoleba, 15 Mei 2016
Yogi Making
Tidak ada komentar:
Posting Komentar