Senin, 16 Mei 2016

Eksploitasi Alam Berlebihan Sama Dengan Sex Instan



Catatan : Ceritera ini hanyalah sebuah khayalan penulis. Bila ada nama, tempat dan kejadian yang sama dengan ceritera ini, itu hanyalah sebuah kebetulan belaka.

Ratusan nelayan kecil asal Kadipaten Palsu kecewa, pasalnya laut mereka tak lagi kaya ikan. Menurut nelayan, laut yang dulunya menjadi sandaran hidup rusak akibat masuknya kapal penangkap ikan yang mengunakan jaring harimau. Penggunaan alat tangkap tak ramah lingkungan itu merusak terumbuh karang. 

Gbr by, Google.com
Anehnya, ketika keluhan disampaikan ke pemerintah Kadipaten melalui Kantor Urusan Dasar Laut dan Perikanan (KUDa LuPek), kepala Abdinya malah apatis. Dalam diskusi dengan nelayan, Kepala Abdi yang di kenal juga sebagai orang dekat Bupati Kadipaten Palsu membenarkan keluhan nelayan.  Namun, walau tau alam dasar lautnya rusak, namun dia menolak jika pemerintah menghentikan aktifitas nelayan kapal. 

“Pajak dari kapal-kapal itu besar. Dalam setahun mencapai 70-an juta. Kalau mereka di usir, pendapatan pajak menurun. Kalau pajak menurun saya yang dinilai tidak berhasil. Dan sudah pasti saya kehilangan jabatan,” kata Kepala KU DaLuPek.  

Ceritera tentang keluhan nelayan dan tanggapan Kepala Abdi KUDa LuPek, sampai juga ke telinga Anis. Terang saja, Anis, tokoh dari negeri berjuluk Kadipaten Bedebah itu marah besar.
“Dalam pandangan saya dia (kepala KUDa LuPek),) itu adalah salah satu orang cerdas, ternyata saya salah. Sebagai orang yang memimpin instansi teknis, apalagi yang berkaitan langsung dengan lingkungan hidup, tugasnya tidak sekedar meningkatkan pendapatan, namun yang utama adalah menjaga dan melestarikan alam. Ekpolitasi sumberdaya alam harusnya tetap memperhatikan faktor keberlanjutan,” kesal Anis. 

“Iya...idealnya memang seperti yang kau sampaikan kawan, tetapi daerah kita ini miskin. Sumber pendapatan daerah kita minim, sehingga pajak pun penting karena demi pembangunan,” sambung Anus yang duduk tak jauh dari Anis. 

“Hei..Anus kau ini bagaimana? Alam yang kita huni ini adalah  pinjaman dari generasi setelah kita. Kalau kita rusakan, bagaimana dengan hidup generasi yang akan datang. Cara berpikir pejabat  seperti yang disampaikan kepala KUDa LuPek,  adalah cara instan, kalau cara pikir instan, tindakan juga instan, hasilnya juga instan,” sambung Anis seruh.
“Instan bagaimana sobat? Niat dia khan baik, yah...untuk daerah dan untuk pembangunan,” bela Anus yang juga tak mau kalah.  

“Atas nama pembangunan, atas nama daerah, atas nama rakyat. Omong kosong, itu sama dengan atas nama menyalurkan hasrat seksual, tapi hanya mau bersetubuh dengan Pes-Es-Ka. Yang penting orgasme, bayar lalu pulang. Atau karena sudah kebelet, anak orang atau istri orang  yang cantik diajak selingkuh. Begitu kan? Tidak peduli lagi dengan budaya, tidak penting lagi dengan urusan dosa. Yang penting bisa puas, selesai. Soal nanti tertular HIV bukan urusan. Begitu kan?” kecam Anis. 

“Ah..Anis, maafkan kalau saya ikut membuat kau marah kawan, tapi kenapa kau bicara sampai ke urusan sex begitu,” Jawab Anus, yang kelihatan baru sadar kalau pembelaannya kepada Kepala KuDa Lupek, membuat Anis kesal. 

“Bagaimana tidak kesal kawan. Keputusan untuk terus membiarkan kapal penangkap ikan dengan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan beroperasi hanya karena pajak sebesar tuju puluh juta, tidak sebanding dengan kerusakan alam. Belum lagi kita bicara soal kerugian ekonomi masyarakat kecil. Nelayan kapal, mestinya dilarang  melaut di laut dangkal, harusnya mereka melaut di laut dalam. Beri ruang kepada nelayan kecil,dan  nelayan tradisional untuk mencari nafkah. Kalau kau belum paham saya logiskan lagi. Maksudnya biar kau lebih paham. Cara berpikir Kelapa KUDa LuPek,  itu sama sama dengan saya ingin punya ijazah sarjana, tetapi tidak mau kuliah lalu saya beli saja ijazah di pasar yah...yang penting saya bisa sama dengan orang lain yang kuliah. Kau paham khan? Jadi, Pemerintah harusnya berpikir jauh kedepan,” jelas Anis lagi. 

Penjelasan singkat sahabatnya membuat Anus sang politisi kampung itu terlihat manggut-manggut. mungkin saja dalam hatinya dia membenarkan semua pendapat Anis sahabat karibnya itu. 

“Jadi apa yang harus kita lakukan kawan,” tanya Anus yang mulai paham dengan alur pikir Anis. 

“Sebagai ketua Partai, sekarang juga kau buat surat, kecam keputusan pemerintah dan jangan lupa sampaikan juga dengan solusinya. Surat harus jelas, karena saya yakin pemerintah tidak mengerti. Keputusan mereka itu adalah keputusan yang hanya mau cari kepuasan pribadi. Yah...kepentingan pajak adalah kepentingan jangka pendek. sekali lagi buat surat yang isinya harus tegas. Mengejar pajak sepertinya hanya merangsang otak pejabat untuk onani, tapi kita berpikir untuk seluruh rakyat orgasme secara masal agar bisa melahirkan generasi penerus kampung ini,” tegas Anis. 

“Terimaksih, usulmu bagus, dan sekarang saya buat suratnya. Besok kita dua antar ke pemerintah, dan tembusannya ke Dewan Pertimbangan Kadipaten,” sambung Anus.
Yogi Making
Wangatoa, Selasa 16 Mei 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar