Catatan : Ceritera ini hanyalah sebuah khayalan penulis.
Bila ada nama, tempat dan kejadian yang sama dengan ceritera ini, itu hanyalah
sebuah kebetulan belaka.
Ratusan nelayan kecil asal Kadipaten Palsu kecewa, pasalnya
laut mereka tak lagi kaya ikan. Menurut nelayan, laut yang dulunya menjadi
sandaran hidup rusak akibat masuknya kapal penangkap ikan yang mengunakan
jaring harimau. Penggunaan alat tangkap tak ramah lingkungan itu merusak
terumbuh karang.
![]() |
Gbr by, Google.com |
Anehnya, ketika keluhan disampaikan ke pemerintah Kadipaten
melalui Kantor Urusan Dasar Laut dan Perikanan (KUDa LuPek), kepala Abdinya
malah apatis. Dalam diskusi dengan nelayan, Kepala Abdi yang di kenal juga
sebagai orang dekat Bupati Kadipaten Palsu membenarkan keluhan nelayan. Namun, walau tau alam dasar lautnya rusak, namun dia
menolak jika pemerintah menghentikan aktifitas nelayan kapal.
“Pajak dari kapal-kapal itu besar. Dalam setahun mencapai
70-an juta. Kalau mereka di usir, pendapatan pajak menurun. Kalau pajak menurun
saya yang dinilai tidak berhasil. Dan sudah pasti saya kehilangan jabatan,” kata Kepala KU DaLuPek.
Ceritera tentang keluhan nelayan dan tanggapan Kepala
Abdi KUDa LuPek, sampai juga ke telinga Anis. Terang saja, Anis, tokoh dari
negeri berjuluk Kadipaten Bedebah itu marah besar.
“Dalam pandangan saya dia (kepala KUDa LuPek),) itu adalah
salah satu orang cerdas, ternyata saya salah. Sebagai orang yang memimpin instansi teknis, apalagi yang berkaitan langsung dengan lingkungan hidup, tugasnya tidak sekedar
meningkatkan pendapatan, namun yang utama adalah menjaga dan
melestarikan alam. Ekpolitasi sumberdaya alam harusnya tetap memperhatikan
faktor keberlanjutan,” kesal Anis.
“Iya...idealnya memang seperti yang kau sampaikan kawan,
tetapi daerah kita ini miskin. Sumber pendapatan daerah kita minim, sehingga
pajak pun penting karena demi pembangunan,” sambung Anus yang duduk tak jauh
dari Anis.
“Hei..Anus kau ini bagaimana? Alam yang kita huni ini adalah pinjaman dari generasi setelah kita. Kalau kita rusakan, bagaimana dengan hidup generasi yang akan datang. Cara berpikir
pejabat seperti yang disampaikan kepala KUDa LuPek, adalah cara instan, kalau cara pikir
instan, tindakan juga instan, hasilnya juga instan,” sambung Anis seruh.
“Instan bagaimana sobat? Niat dia khan baik, yah...untuk
daerah dan untuk pembangunan,” bela Anus yang juga tak mau kalah.
“Atas nama pembangunan, atas nama daerah, atas nama rakyat.
Omong kosong, itu sama dengan atas nama menyalurkan hasrat seksual, tapi hanya
mau bersetubuh dengan Pes-Es-Ka. Yang penting orgasme, bayar lalu pulang. Atau karena
sudah kebelet, anak orang atau istri orang yang cantik diajak selingkuh. Begitu kan? Tidak peduli lagi dengan
budaya, tidak penting lagi dengan urusan dosa. Yang penting bisa puas, selesai.
Soal nanti tertular HIV bukan urusan. Begitu kan?” kecam Anis.
“Ah..Anis, maafkan kalau saya ikut membuat kau marah kawan,
tapi kenapa kau bicara sampai ke urusan sex begitu,” Jawab Anus, yang kelihatan
baru sadar kalau pembelaannya kepada Kepala KuDa Lupek, membuat Anis kesal.
“Bagaimana tidak kesal kawan. Keputusan untuk terus
membiarkan kapal penangkap ikan dengan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan
beroperasi hanya karena pajak sebesar tuju puluh juta, tidak sebanding dengan
kerusakan alam. Belum lagi kita bicara soal kerugian ekonomi masyarakat
kecil. Nelayan kapal, mestinya dilarang melaut di laut dangkal, harusnya mereka melaut di laut dalam. Beri ruang kepada nelayan kecil,dan nelayan
tradisional untuk mencari nafkah. Kalau kau belum paham saya logiskan lagi. Maksudnya biar kau
lebih paham. Cara berpikir Kelapa KUDa LuPek, itu sama sama dengan saya ingin punya ijazah
sarjana, tetapi tidak mau kuliah lalu saya beli saja ijazah di pasar
yah...yang penting saya bisa sama dengan orang lain yang kuliah. Kau paham khan?
Jadi, Pemerintah harusnya berpikir jauh kedepan,” jelas Anis lagi.
Penjelasan singkat sahabatnya membuat Anus sang politisi
kampung itu terlihat manggut-manggut. mungkin saja dalam hatinya dia membenarkan semua pendapat Anis sahabat karibnya itu.
“Jadi apa yang harus kita lakukan kawan,” tanya Anus yang
mulai paham dengan alur pikir Anis.
“Sebagai ketua Partai, sekarang juga kau buat surat, kecam
keputusan pemerintah dan jangan lupa sampaikan juga dengan solusinya.
Surat harus jelas, karena saya yakin pemerintah tidak mengerti. Keputusan mereka itu adalah keputusan yang hanya mau cari kepuasan pribadi.
Yah...kepentingan pajak adalah kepentingan jangka pendek. sekali lagi buat
surat yang isinya harus tegas. Mengejar pajak sepertinya hanya merangsang otak pejabat untuk onani, tapi
kita berpikir untuk seluruh rakyat orgasme secara masal agar bisa melahirkan
generasi penerus kampung ini,” tegas Anis.
“Terimaksih, usulmu bagus, dan sekarang saya buat suratnya.
Besok kita dua antar ke pemerintah, dan tembusannya ke Dewan Pertimbangan
Kadipaten,” sambung Anus.
Yogi Making
Wangatoa, Selasa 16 Mei 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar