(Celoteh
Malam Senin)
Rasanya tak bisa di percaya kalau di katakana Divisit
anggaran yang dialami Kabupaten Lembata adalah devisit yang di rencanakan.
Mestinya kita berkaca pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/PMK.07/2016
tentang Batas Maksimal Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD),
Batas Maksimal Defisit APBD, dan Batas Maksimal Kumulatif Pinjaman Daerah Tahun
Anggaran 2017.
Secara rinci PMK ini
menetapkan, bahwa batas defisit APBD Tahun Anggaran 2017 ditetapkan berdasarkan
kategori fiskal sebagai berikut: 5,25% dari perkiraan Pendapatan Daerah
Tahun Anggaran 2017 untuk kategori sangat tinggi, 4,25% dari perkiraan
Pendapatan Daerah Tahun Anggaran 2017 untuk kategori tinggi, 3,25% dari
perkiraan Pendapatan Daerah Tahun Anggaran 2017 untuk kategori sedang, 2,5%
dari perkiraan Pendapatan Daerah Tahun Anggaran 2017 untuk kategori rendah.
Rencana Devisit sebagaimana tertuang dalam PMK, mengharuskan
Pemda membuat laporan rencana Defisit
APBD Tahun Anggaran 2017 kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal
Perimbangan Keuangan sebelum APBD ditetapkan. Di tegaskan pula dalam PMK,
rencana devisit anggaran sebagaimana dimaksud menjadi menjadi pedoman bagi
pemerintah daerah untuk menyusun dan menetapkan ABPB.
Beberapa hal terkait penegasan Peraturan Mentri Keuangan ini
sama sekali tidak muncul dalam penjelasan Bupati Lembata selaku pemegang kuasa
penggelolaan keuangan daerah tentang devisit APBD tahun 2017. Jika benar
divisit APBD adalah yang di rencanakan maka, semestinya polemik divisit, sudah
mencuat sejak pembahasan RAPBD tahun 2017. Faktanya? Hehehe…jangan di tanya.
Bupati dalam penjelasan itu mengatakan proses penyusunan APBD Kabupaten Lembata
Tahun Anggaran 2017 dilakukan prediksi SILPA Tahun Anggaran 2016 untuk dipakai
pada Rancangan APBD Tahun Anggaran 2017.
Jadi Bukan Berpedoman pada Rencana devisit.
Dan Anehnya, komulatif devisit APBD Lembata yang katanya di
rencanakan itu malah melebihi komulatif devisit sebagaimana diatur dalam PMK
Nomor, 132/PMK.07/2016.
Hal lain yang penting untuk di kritisi bersama adalah soal
solusi menutup devisit yang ditawarkan Pemerintah untuk menutup devisit. Saya
mencatat ada sekitar sebelas solusi. Anehnya, dari semua solusi yang ditawarkan
rata-rata tentang pemotongan/pengurangan anggaran milik lembaga eksekutif, ASN juga pemotongan honor KSO dan TKD.
Sementara anggaran untuk DPRD tidak di ganggu. Apa sebab? Bukankah rencana
devisit adalah kesepakatan bersama antara Pemerintah (esekutif) dan Legislatif
(kalau benar merupakan devisit yang di rencanakan). Dan jika demikian, maka
upaya penutupan/mengatasi divisit pun harusnya di tanggung bersama.
Sebut saja begini, di tengah kekurangan anggaran sebesar
lebih dari 80 milyar itu, DPRD malah sepakat untuk di belikan mobil
operasional. Anggaran untuk beli mobil untuk DPRD itu terbilang fantastis. 3
milyar, itu anggka yang besar bagi Lembata yang Kabupaten miskin ini. Aneh ya?
DPRD Lembata yang katanya reprsentasi dari rakyat itu mestinya “Malu” kalau ada
sejumlah anggaran di potong termasuk Pengurangan belanja modal pada Dinas
Pekerjaan Umum, Tata Ruang dan Perhubungan sebesar Rp.39.804.975.852,00.
DPRD
Lembata juga mestinya “Malu” Sekali Lagi MALU kepada rakyat kalau menerima
tunjangan perumahan, di tengah rumah dinas untuk pimpinan DPRD ada dan layak
huni. Ah..wajar saja, akibat ketidak pekaan para Wakil Yang Rakyat yang sukanya
di sapa sebagai yang terhormat ini membuat mereka harus menerima kritik pedas
dari rakyatnya sendiri.
Transparansi Anggaran
Mengacu pada penjelasan Bupati Lembata dalam konpres, bahwa
devisit APBD adalah yang di rencanakan. Maka jalan keluar sebagaimana yang di
tawarkan pemerintah sudah dibahas sebelumnya atau setidaknya ketika pembahasan
APBD tahun sebelumnya. Pertanyaan kita sederhana saja, kenapa koq baru sekarang
diwacanakan? lalu terkait menutup devisit, jika kita mengacu pada PMK
132/PMK.07/2016 maka menutup devisit dengan cara pinjaman daerah.
Tetapi sudahlah, rasionalisasi sebagaimana ditawarkan Pemkab
Lembata pun baik adanya (meski pada beberapa hal masih diperdebatkan). Namun, ada
sedikit pertanyaan yang cukup menggangu, terkait pengurangan anggaran yang lagi-lagi
hanya berlaku bagi lembaga eksekutif maupun para abdi negaranya. Terkesan ada
ketakutan pemerintah untuk memangkas anggaran DPRD dan celakanya tidak hanya ASN,
KSO dan TKD yang dikorbankan, anggaran belanja modal untuk dinas PU pun
dipangkas.
Ah...kalau memang semua yang di lakukan demi Lembata dan
untuk kepentingan khalayak banyak, kenapa pemerintah mesti terkesan takut
memangkas anggaran DPRD ya? apakah karena hubungan dua institusi negara ini
baru saja kembali baikan sehingga Pemerintah takut, kemitraan antara DPRD dan
Pemkab kembali memanas? atau karena apa?
Pemeritah dan DPRD juga mesti menjelaskan kepada rakyatnya, devisit ABPD itu karena apa? (Maksudnya penjelasan tentang penggunaan anggaran). Apakah karena tahun sebelumnya ada pembengkakan anggaran untuk pembangunan ekonomi atau uang hanya habis untuk biaya operasional dan belanja rutin peggawai?
Pengeloaan anggaran mesti transparan. Jangan kalau kondisinya baik diam2, tapi giliran ada masalah baru buka, pun bukanya belum seluruh...ah, saya koq jadi teringat lagunya Ebit G Ade, "Kita Mesti Telanjang dan Benar-Bersih" dan disinipun saya ingin ajak kita untuk lupakan sudah lagunya Ahmad Akbar, "Dunia Panggung Sandiwara" hayo..Telanjang, hehehe.
Yogi Making...Selamat Membaca
Tidak ada komentar:
Posting Komentar