Selasa, 14 Maret 2017

Masih Menyoal Devisit Anggaran APBD Lembata

(Celoteh Malam Senin)  

Rasanya tak bisa di percaya kalau di katakana Divisit anggaran yang dialami Kabupaten Lembata adalah devisit yang di rencanakan. Mestinya kita berkaca pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/PMK.07/2016 tentang Batas Maksimal Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Batas Maksimal Defisit APBD, dan Batas Maksimal Kumulatif Pinjaman Daerah Tahun Anggaran 2017.

Secara rinci PMK ini menetapkan, bahwa batas defisit APBD Tahun Anggaran 2017 ditetapkan berdasarkan kategori fiskal sebagai berikut: 5,25% dari perkiraan Pendapatan Daerah Tahun Anggaran 2017 untuk kategori sangat tinggi, 4,25% dari perkiraan Pendapatan Daerah Tahun Anggaran 2017 untuk kategori tinggi, 3,25% dari perkiraan Pendapatan Daerah Tahun Anggaran 2017 untuk kategori sedang, 2,5% dari perkiraan Pendapatan Daerah Tahun Anggaran 2017 untuk kategori rendah.

Rencana Devisit sebagaimana tertuang dalam PMK, mengharuskan Pemda membuat laporan rencana Defisit APBD Tahun Anggaran 2017 kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan sebelum APBD ditetapkan. Di tegaskan pula dalam PMK, rencana devisit anggaran sebagaimana dimaksud menjadi menjadi pedoman bagi pemerintah daerah untuk menyusun dan menetapkan ABPB.

Beberapa hal terkait penegasan Peraturan Mentri Keuangan ini sama sekali tidak muncul dalam penjelasan Bupati Lembata selaku pemegang kuasa penggelolaan keuangan daerah tentang devisit APBD tahun 2017. Jika benar divisit APBD adalah yang di rencanakan maka, semestinya polemik divisit, sudah mencuat sejak pembahasan RAPBD tahun 2017. Faktanya? Hehehe…jangan di tanya. Bupati dalam penjelasan itu mengatakan proses penyusunan APBD Kabupaten Lembata Tahun Anggaran 2017 dilakukan prediksi SILPA Tahun Anggaran 2016 untuk dipakai pada Rancangan APBD Tahun Anggaran 2017.  Jadi Bukan Berpedoman pada Rencana devisit. 

Dan Anehnya, komulatif devisit APBD Lembata yang katanya di rencanakan itu malah melebihi komulatif devisit sebagaimana diatur dalam PMK Nomor, 132/PMK.07/2016.

Hal lain yang penting untuk di kritisi bersama adalah soal solusi menutup devisit yang ditawarkan Pemerintah untuk menutup devisit. Saya mencatat ada sekitar sebelas solusi. Anehnya, dari semua solusi yang ditawarkan rata-rata tentang pemotongan/pengurangan anggaran milik lembaga eksekutif, ASN juga pemotongan honor KSO dan TKD. Sementara anggaran untuk DPRD tidak di ganggu. Apa sebab? Bukankah rencana devisit adalah kesepakatan bersama antara Pemerintah (esekutif) dan Legislatif (kalau benar merupakan devisit yang di rencanakan). Dan jika demikian, maka upaya penutupan/mengatasi divisit pun harusnya di tanggung bersama.

Sebut saja begini, di tengah kekurangan anggaran sebesar lebih dari 80 milyar itu, DPRD malah sepakat untuk di belikan mobil operasional. Anggaran untuk beli mobil untuk DPRD itu terbilang fantastis. 3 milyar, itu anggka yang besar bagi Lembata yang Kabupaten miskin ini. Aneh ya? DPRD Lembata yang katanya reprsentasi dari rakyat itu mestinya “Malu” kalau ada sejumlah anggaran di potong termasuk Pengurangan belanja modal pada Dinas Pekerjaan Umum, Tata Ruang dan Perhubungan sebesar Rp.39.804.975.852,00.

DPRD Lembata juga mestinya “Malu” Sekali Lagi MALU kepada rakyat kalau menerima tunjangan perumahan, di tengah rumah dinas untuk pimpinan DPRD ada dan layak huni. Ah..wajar saja, akibat ketidak pekaan para Wakil Yang Rakyat yang sukanya di sapa sebagai yang terhormat ini membuat mereka harus menerima kritik pedas dari rakyatnya sendiri.

Transparansi Anggaran

Mengacu pada penjelasan Bupati Lembata dalam konpres, bahwa devisit APBD adalah yang di rencanakan. Maka jalan keluar sebagaimana yang di tawarkan pemerintah sudah dibahas sebelumnya atau setidaknya ketika pembahasan APBD tahun sebelumnya. Pertanyaan kita sederhana saja, kenapa koq baru sekarang diwacanakan? lalu terkait menutup devisit, jika kita mengacu pada PMK 132/PMK.07/2016 maka menutup devisit dengan cara pinjaman daerah.

Tetapi sudahlah, rasionalisasi sebagaimana ditawarkan Pemkab Lembata pun baik adanya (meski pada beberapa hal masih diperdebatkan). Namun, ada sedikit pertanyaan yang cukup menggangu, terkait pengurangan anggaran yang lagi-lagi hanya berlaku bagi lembaga eksekutif maupun para abdi negaranya. Terkesan ada ketakutan pemerintah untuk memangkas anggaran DPRD dan celakanya tidak hanya ASN, KSO dan TKD yang dikorbankan, anggaran belanja modal untuk dinas PU pun dipangkas.   

Ah...kalau memang semua yang di lakukan demi Lembata dan untuk kepentingan khalayak banyak, kenapa pemerintah mesti terkesan takut memangkas anggaran DPRD ya? apakah karena hubungan dua institusi negara ini baru saja kembali baikan sehingga Pemerintah takut, kemitraan antara DPRD dan Pemkab kembali memanas? atau karena apa?

Pemeritah dan DPRD juga mesti menjelaskan kepada rakyatnya, devisit ABPD itu karena apa? (Maksudnya penjelasan tentang penggunaan anggaran). Apakah karena tahun sebelumnya ada pembengkakan anggaran untuk pembangunan ekonomi atau uang hanya habis untuk biaya operasional dan belanja rutin peggawai?


Pengeloaan anggaran mesti transparan. Jangan kalau kondisinya baik diam2, tapi giliran ada masalah baru buka, pun bukanya belum seluruh...ah, saya koq jadi teringat lagunya Ebit G Ade, "Kita Mesti Telanjang dan Benar-Bersih" dan disinipun saya ingin ajak kita untuk lupakan sudah lagunya Ahmad Akbar, "Dunia Panggung Sandiwara" hayo..Telanjang, hehehe. 

Yogi Making...Selamat Membaca

Tidak ada komentar:

Posting Komentar