Minggu, 28 Februari 2016

Fiksi : Berita Kriminal dari Kadipaten Palsu Polisi Gagal Tangkap Dalang Pembunuhan Politisi, Dua Warga Beda Pendapat Di Media

Wangatoa, 19-02-2016

Berita tentang tanggapan Kasat Serse Polres Kadipaten Palsu yang di rilis media massa segera tersiar kemana-mana. Tentu saja, khabar itu di respon serius oleh warga setempat. Demikian juga dengan dua warga pedalaman Kadipaten Palsu. Anis dan Anus, dua sahabat dekat itu ketika mengamati kinerja Polres Kadipaten Palsu, justru beda pendapat.

Anus ketika di wawancarai sebuah koran lokal, berani mendesak Pemimpin Besar Polisi di Negara Antaberanta untuk memecat Kasat Serse Polres Kadipaten Palsu, sementara rekan Anus, Anis, malah memberi penilaian yang beda.  

“Itu kerja tidak profesional, saya minta pimpinan besar Polisi Negera Antaberanta untuk segera pecat Kasat Serse kami, karena saya menduga otak Kasat yang katanya binta tujuh itu sudah pindah ke lutut,” kecam Anus.

Menurut Anus,  Polisi di Jaman kuda gigit besi ini pantas meniru kerja polisi-polisi jaman dahulu yang selalu tampil ksatria, berdiri dengan parang di dada, untuk menangkap pelaku kejahatan.

Berbeda sahabat kentalnya Anus, Anis justru melihat polisi sudah menunjukan kemajuan. Kepada salah satu media lokal, Anis meminta warga untuk tenang dan jangan membandingkan polisi sekarang dengan polisi jaman sebelumnya. Memang kata Anis, kendati hanya bersenjatakan parang, dan terlihat berjiwa ksatria, namun keberanian polisi yang dulu mengakibatkan banyak pelanggaran Hak Asasi Manusia.

Wartawan media lokal itu menulis, dengan suara berat dan penampilan berwibawa, Anis warga kampung pedalaman yang sehari-hari di kenal sebagai petani itu tampil bak pengamat kriminal yang sering tampil di televisi.

Pengamat kriminal dadakan yang tinggal di pelosok itu mengatakan, kerja polisi yang sekarang justru di batasi dengan Hak Asasi Manusia, mereka (polisi) di tuntut untuk lebih hati-hati, dan bertindak dengan mengedepankan rasa cinta kasih.

Sebab kelambanan Polisi Kadipaten Palsu untuk menangkap penjahat menurut Anus, adalah mata polisi tak bisa melihat akibat bola mata aparat hukum di kadipaten itu di cat warna hijau.  Mata polisi di jaman sekarang tak lagi seperti mata elang yang awas dan tajam menikam.

Akibat kaburnya penglihatan, maka dalam mengindentifikasi pelaku kriminal, polisi lebih mengutamakan indra penciuman, jelas Anis.

“Nah...batasan itu melemahkan polisi namun menjadi kekuatan bagi penjahat. Saat melakukan aksi, para penjahat cukup menyediakan kembang mawar. Dengan begitu ketika polisi mendekat penjahat cukup menyodorkan kembang mawar. Tebaran aroma mawar yang khas itu di yakini mampu membuat polisi jatuh cinta, mata menjadi sayu dan akhirnya berlalu pergi untuk tidur,” ujar Anis warga kampung yang sok pintar ini. (Yogi Making)


Catatan : Cerita ini hanyalah fiksi. Bila ada kejadian, nama dan tempat yang sama dengan dunia nyata, itu hanyalah sebuah kebetulan belaka.....
     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar