Wangatoa, 19-02-2016
Berita tentang tanggapan Kasat Serse Polres Kadipaten Palsu
yang di rilis media massa segera tersiar kemana-mana. Tentu saja, khabar itu di
respon serius oleh warga setempat. Demikian juga dengan dua warga pedalaman
Kadipaten Palsu. Anis dan Anus, dua sahabat dekat itu ketika mengamati kinerja
Polres Kadipaten Palsu, justru beda pendapat.
Anus ketika di wawancarai sebuah koran lokal, berani
mendesak Pemimpin Besar Polisi di Negara Antaberanta untuk memecat Kasat Serse
Polres Kadipaten Palsu, sementara rekan Anus, Anis, malah memberi penilaian
yang beda.
“Itu kerja tidak profesional, saya minta pimpinan besar
Polisi Negera Antaberanta untuk segera pecat Kasat Serse kami, karena saya
menduga otak Kasat yang katanya binta tujuh itu sudah pindah ke lutut,” kecam
Anus.
Menurut Anus, Polisi
di Jaman kuda gigit besi ini pantas meniru kerja polisi-polisi jaman dahulu
yang selalu tampil ksatria, berdiri dengan parang di dada, untuk menangkap
pelaku kejahatan.
Berbeda sahabat kentalnya Anus, Anis justru melihat polisi
sudah menunjukan kemajuan. Kepada salah satu media lokal, Anis meminta warga
untuk tenang dan jangan membandingkan polisi sekarang dengan polisi jaman
sebelumnya. Memang kata Anis, kendati hanya bersenjatakan parang, dan terlihat
berjiwa ksatria, namun keberanian polisi yang dulu mengakibatkan banyak
pelanggaran Hak Asasi Manusia.
Wartawan media lokal itu menulis, dengan suara berat dan
penampilan berwibawa, Anis warga kampung pedalaman yang sehari-hari di kenal
sebagai petani itu tampil bak pengamat kriminal yang sering tampil di televisi.
Pengamat kriminal dadakan yang tinggal di pelosok itu
mengatakan, kerja polisi yang sekarang justru di batasi dengan Hak Asasi
Manusia, mereka (polisi) di tuntut untuk lebih hati-hati, dan bertindak dengan
mengedepankan rasa cinta kasih.
Sebab kelambanan Polisi Kadipaten Palsu untuk menangkap
penjahat menurut Anus, adalah mata polisi tak bisa melihat akibat bola mata
aparat hukum di kadipaten itu di cat warna hijau. Mata polisi di jaman sekarang tak lagi
seperti mata elang yang awas dan tajam menikam.
Akibat kaburnya penglihatan, maka dalam mengindentifikasi
pelaku kriminal, polisi lebih mengutamakan indra penciuman, jelas Anis.
“Nah...batasan itu melemahkan polisi namun menjadi kekuatan
bagi penjahat. Saat melakukan aksi, para penjahat cukup menyediakan kembang
mawar. Dengan begitu ketika polisi mendekat penjahat cukup menyodorkan kembang
mawar. Tebaran aroma mawar yang khas itu di yakini mampu membuat polisi jatuh
cinta, mata menjadi sayu dan akhirnya berlalu pergi untuk tidur,” ujar Anis
warga kampung yang sok pintar ini. (Yogi Making)
Catatan : Cerita ini hanyalah fiksi. Bila ada kejadian, nama
dan tempat yang sama dengan dunia nyata, itu hanyalah sebuah kebetulan
belaka.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar