Minggu, 28 Februari 2016

KESAKSIAN SANG WARTAWAN DARI NEGERI PALSU

Wangatoa, Kamis 18-02-2016
(Sambungan Fiksi “Koin 2 Ribu Untuk Bupati di Negeri Palsu”)

Di kisahkan bahwa usai mewawancara Bupati Kadipaten Palsu, sang wartawan asal ibu kota di Negara Antaberanta lalu menulis sebuah artikel yang dia beri judul, ”Negeriku, Negeri Palsu”. Berita ini segera menjadi berita yang menghobohkan. Di hampir setiap sudut kota terlihat puluhan rakyat berkumpul dan mendiskusikan tanggapan tuan Bupati, pemimpin Kadipaten Palsu itu. 
Sang jurnalis ibu kota itu menulis, Kadipaten Palsu ibarat negeri sang pemimpi, banyak cerita baru yang muncul dan seakan tak berujung. Menurutnya lebih tepat kadipaten itu di sebut sebagai negeri bedebah.

“Entah dari mana dan oleh siapa kata palsu itu tercipta, namun terus di diskusikan banyak orang dan menjadi fenomena yang fenomenal hingga tak satupun rakyat dari negeri itu yang tidak mengenal kata palsu, ah...dasar negeri palsu. Dimana-mana terutama di kalangan pemipin dan kerabatnya serta para abdi, sibuk menciptakan kepalsuan. Ada sekolah palsu yang menerbitkan ijazah palsu, ada surat asli yang dibuat palsu, dan surat palsu di buat asli. Rakyat asli yang berbuat benar diadili lalu di kerangkeng, sementara pemimpin dan abdinya yang sibuk dengan kepalsuan di lepas bebas. Negeri ini memang lebih pantas di sebut sebagai negeri bedebah,” demikian sedikit penggalan berita sang wartawan ibu kota itu.

Tentu saja, koran yang menulis berita itu laris manis. Bahkan ada pula rakyat kadipaten itu berani memfotocopy dan menyebarkan artikel itu hingga ke desa-desa terpencil.
Di sebuah sudut kampung, dua warga petani asal kadipaten palsu Anis dan Anus terlihat serius berdiskusi.

Anis : “reu Anus e...enko su baca to berita ini ni. (sambil tunjuk copy-an surat kabar) masa, jalan rusak koq di perbaiki pake koin seribu? Ini pemimpin macam apa? Jangan-jangan dia salah minum obat ka apa?

Anus : “kau mulai sembarang sudah, masa perbaiki jalan pake uang koin?” sambung Anus

Anis : “iya k...engko baca ini, bupati kita punya itu, tidak mau dengar keluhan kita orang kecil ini, makanya kalau dia pulang jalan-jalan, langsung sumbat telinga pake koin seribu supaya tidak dengar orang omong to, itu kan sama dengan perbaiki jalan ka,” ketus Anis lagi.

Anus : “ei..kau ini mulai kumat sudah, kalo baca satu lembar berita saja mulai omong macam orang pengamat politk di tivi tu, kau tau ka tidak? Kita punya kadipaten ini namanya Kadipaten Palsu, jadi pemimpin juga pasti pemimpin palsu to, apalagi saya dengar dia itu tu sekolahnya juga di sekolah palsu reu, jadi begitu sudah, dia itu anggap kita ini sama dengan dia yang palsu itu ka,” kata Anus yang mulai sok pintar.

Anis : “Kau itu, tadi bilang saya macam pengamat politik, sekarang kau punya kata-kata itu macam profesor saja le, jangan sampe kau juga sekolah di sekolah palsu e?” sergap Anis tak kalah seruh.

Anus : “Reu e...kita dua ini dari kecil itu ka hidup sama-sama, jo sama-sama tidak sekolah, tapi kau harus akui, kalau saya ini lebih pintar dari engko. Harus banyak bergaul reu supaya engko bisa lebih pintar dari saya,” tangkis Anus.

Anis : “betul e reu...saya lihat ini ka, kalau reu sekolah, pasti reu ini lebih pintar dari kita punya dewan yang kita pilih kemarin pake biji jagung itu. Engko lihat mereka itu, sudah kita pilih cape-cape, bukanya sibuk urus kita, malah mereka ikut itu bupati ka apa itu tu, tadi tu saya punya anak baru dari kota, jo dia cerita, kita punya dewan yang kemarin reu suruh saya pilih dia itu ka, malam-malam pigi minum kopi di pante sana dengan itu, bupati ka, adik pati, pak pati ka apa itu, saya curiga le, jangan sampe dorang itu mulai sekongkol e” sambung Anis.

Anus : “hus...kau itu, tadi malam kau mimpi ka? Omong tuh, jaga mulut. Itu engko lihat, kita punya dinding rumah ini ada telinga, ada mata, ada mulut juga, jadi omong tuh hati-hati. Kemarin kita dua punya reu Puhe itu, engko kenal to Puhe tu, prajurit hukum dia gara-gara omong sembarang begitu tu, mulut macam ketuko saja le,” kata Anus menasihati.

Belum sempat Anis menyambung, tiba-tiba Ina Lila istri Anus datang memanggil suaminya karena ada tamu yang baru datang dari kota. Diskusi dua petani itu akhirnya berhenti, Anus lalu menggandeng istrinya pulang menemui sang tamu....(yogi making)


Catatan : Cerita ini hanyalah fiksi. Bila ada kejadian, nama dan tempat yang sama dengan dunia nyata, itu hanyalah sebuah kebetulan belaka.....    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar