Lima tahun silam
Saat kau datang dengan dandanan seksi
Gaun tipis membalut tubuh
Kemolekan yang memesona
Merangsang setiap mata yang memandang
Begitu memikat,
Kau menjanjikan klimaks pada ilalang yang kering diantara
pematang sawah
Dan pada ikan-ikan yang merindukan laut
Pun pada lelaki yang merindu liang
Dan pada perempuan yang ingin meraih tongkat kenikmatan
Memberi hangat pada dingin yang liar
Menyulut api pada pada sekam yang menumpuk
Disini lima tahun silam
Kau bagai pelacur kota yang haus kenikmatan
Menggelayut mesra pada lengan-lengan kekar lelaki kampung
Dan ku dengar desah nafasmu memburu saat tangan kekar itu
menggerayang
Kau ingin senggama
Di tengah kami sibuk beronani
Dan paha mulusmu kau sediakan buat lelaki kampung
Tempuling sudah ku asah
Sungguh sebuah kenikmatan yang kau janji
Kami merindu air tetapi kau menjanji madu
Memberi terang pada pekatnya malam
Bangkitkan semangat pada asa yang layu
Oh…Lima tahun adalah waktu yang cukup
Mestinya kita telah bersenggama
Dan tempuling lelaki kampung itu harusnya sudah merobek
rahimu
Membuahinya, agar lahir generasi baru sebagai lambang
kebahagiaan
Namun ketika aku sedang terbuai janji
Kau pergi, padahal paha mulusmu belum ku elus
Dan liang kenikmatan
itu belum kutembusi dengan tempuling pelaut lamalera
Kau pergi, sebelum tangan kekarku merobek kutang yang
membalut bukit
Oh…ternyata aku teralu sibuk bermimpi untuk membuahi rahimu
Padahal tanganku terus bergerak mengocok kemaluanku sendiri
Aku beronani, mendesah diantara himpitan dinding kamar
mandiku
Dan semakin terlena saat lendir kenikmatan melesak bagai
panah menembus jantung
Kau pandai bermain kata, hingga akupun larut dalam janji
Pinggul seksimu mampu membuatku terlena
Dan lima tahun itu aku tertidur dalam lamunanku
Berhayal bila kita mencapai nikmat bersama
Ah..pelacur kota, aku tersadar kala mani terakhir menetes
Dan terperangah melihat tubuh telanjangku, karena pakain
sudah kau lucuti
Aku malu pada kecoak kamar mandi, nyamuk dan sisa sabun yang
ku beli
Aku sedih saat kudapati air kenikmatan itu menghambur
diantara kloset
Rupanya kau pelacur kota,
Saat aku terbuai kenikmatan, kau datang merampas harta
ayahku
Mencuri warisan moyangku
Kau pergi tanpa mengibas sisa debu di telapak mulusmu
Marahku menjadi-jadi saat mendapati tangan masih menggenggam
kemaluanku
Sementara harta moyangku sudah kau ambil tanpa sekalipun aku
melawan
Ah…pelacur kota, disini di tanah moyangku aku menantimu
kembali
Ingin ku bayar seluruh utang kesalahan masa lalu
Ah…pelacur kota
Aku rindu memperkosamu,
Merobek selangkanganmu dengan tempuling
Dan membiarkan dagingmu di koyak anjing piaraanku
Yogi Making
Wangatoa, 29/8/2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar