![]() |
Fosil Purba Tengkorak Manusia di Pantai Lapa, Foto Yogi Making |
Yogimaking.com- Sebelum membahas
fosil, baiknya juga kita bahas lebih dahulu tentang pantai LAPA. Menyebut
pantai Lapa, saya yakin sebagian besar warga Lembata merasa asing. “dimanakan
itu?” kira-kira begitu pertanyaan yang melintas dalam benak. Misteri? Ah..
walau pantai ini menyimpan misteri, namun keberadaan pantai lapa dipastikan
bukan HOAX.
Lantas dimana LAPA yang menyimpan misteri itu? Jika saya menyebut, pantai belakang Markas Polres (Mapolres) Lembata, semua kita pasti kenal. Yah..Pantai sekitar pasar ikan sampai ke pesisir Mapolres Lembata itulah yang disebut “Pantai Lapa”.
Lapa, demikian nama yang disemat para pendahulu. Sebagai anak yang lahir dan dibesarkan di Wangatoa, Kelurahan Selandoro Saya ingat betul nama itu. Dijaman tahun 1970-an, sebelum berubah nama menjadi pantai Polres, warga sekitar mengenalnya dengan “Pantai Lapa”. Ada sebagian warga juga yang menyebutnya dengan “Pantai Tangsi Polisi”. Pantai Polres atau Pantai Tangsi Polisi adalah sebutan baru, oleh manusia-menusia modern.
Nah..Dengan sedikit penjelasan tentang keberadaan pantai Lapa diatas, saya mulai yakin kalau, semua kita, setelah membaca artikel ini, tau dan mulai kenal dimana itu keberadaan Pantai LAPA. Awas, jangan sampai lupa lagi lhoo…hhh,
Tentang Fosil
Ok, kita lanjut tentang keberadaan fosil. Sebelumnya saya sudah menyebut, kalau Pantai Lapa, adalah pantai yang masih menyimpan misteri. Betapa tidak, penelurusan saya di sebelah barat Jembatan Titian (Jeti) TPI, hingga wilayah depan mess perwira Polres Lembata, ditemukan beberapa tengkorak manusia.
Sebagaimana dalam pengamatan, Fosil tengkorak belakang kepala manusia yang tak lagi utuh, terlihat menempel pada wadas pantai. Tak Cuma di Lapa, keberadaan tengkorak manusia yang diperkiran berumur lebih dari 100 tahun, juga tersebar dari pantai “Wewa Matan” (Pantai Wangatoa) hingga ke pantai Lapa.
Khusus fosil manusia di sekitaran
wadas pantai Wangatoa, keberadaannya diketahui sejak dulu, Seingat saya, ketika masih duduk dibangku Sekolah Dasar, belulang manusia yang menempel pada wadas pantai ini sudah terlihat. Sementara fosil di seputaran
pantai lapa baru terlihat, ketika abrasi menggerus pantai.
Selain fosil, akhir tahun 2017 silam, secara tak sengaja, saya menemukan sebuah gerabah tanah liat. Tentang gerabah itu, dari bentuk dan motifnya, berbeda dengan gerabah buatan warga Alor.
Di Duga Fosil Purba
![]() |
Fosil purba tulang paha dan tulang kaki di Pantai Lapa. Foto Yogi Making |
Tentang keberadaan fosil yang tersebar dari pantai Wangatoa hingga pantai Lapa itu, saya pun sempat melakukan penelusuran. Beberapa sepuh yang saya temui menuturkan, pantai Lapa dan wangatoa di tahun 1940-an hingga tahun 1950-an merupakan wilayah tak berpenghuni.
Pantai lapa, oleh warga wangatoa dan sekitarnya, dikenal sebagai daerah angker. Daerah Lapa di sekitar tahun 1940-an, adalah habitat pohon asam, lontar dan gewang. Olehh warga sekitar Lapa dijadikan tempat berburuh.
“Lapa itu dulunya hutan. tempat orang berburu babi. Jaman itu (tahun 1940-1950 an), Lapa tidak berpenghuni. Disitu hutan dan dikenal angker” ujar Nikodemus Uran, salah satu sepuh Lewoleba.
Hal senada juga disampaikan
Lukman Lili. Dalam sebuah kesempatan di Wangatoa, Lukman putra Baba Asun ini
menuturkan, daerah Lapa pertama dibuka ketika area itu diserahkan tuan
tana untuk dibangun Polsek Lembata. Lukman memperkirakan, Polsek Lembata hadir diantara
tahun 1950-an sampai 1960-an.
Menurutnya, warga sipil yang kemudian membangun rumah di sekitar Lapa adalah nelayan Lamahala yang datang melaut di Lembata.
“Dulu sekali daerah itu kosong. Lalu sekitar tahun 1950-an, dibangun kantor polisi yang waktu itu kami sebut dengan tangsi polisi. Setelah itu, sekitar tahun 1980-an, nelayan Lamahala datang dan bangun rumah untuk tinggal sementara” ujar Lukman.
![]() |
Gerabah Tanah Liat, di Pantai Lapa. Foto : Yogi Making. |
Ceritera yang sama pun sempat saya dengar dari Muhamat Luther Lodan, dan Hendrikus Tiwang. Dua tokoh Wangatoa yang telah mangkat ini menuturkan, jaman dulu, daerah yang berpenghuni adalah daerah sekitar asrama Susteran CiJ dan wilayah Rayuan Kelapa. Sementara kearah timur, wilayah berpenghuni adalah Wangatoa yakni rumah milik Alm. Dema Rogomaking, Rumah Baba Asun dan Rumah Alm. Laga Tiwang. Lapa adalah wilayah tak berpenghuni.
Lantas dari mana asal fosil-fosil itu? “Mungkin ada hubungan dengan bencana Awalolong,” ujar Alm, Hendrikus Tiwang.
Sementara itu Sepuh Lewoleba, Nikodemus Uran dalam sebuah diskusi dikediamannya, mengatakan, perlu ada sebuah penelitian untuk mengungkap keberadaan fosil-fosil di area pantai Wangatoa dan pantai Lapa.
![]() |
Gerabah Tanah Liat, di Pantai Lapa. Foto : Yogi Making. |
“Penelitian penting. Karena dari penelitian ilmiah, dapat diketahui penyebab kematian dan mengungkap tahun kehidupanya. Tetapi saya menduga, fosil di pantai punya hubungan dengan manusia masa lalu pulau Lembata.
Nah… jika para sepuh menghubungkan keberadaan fosil itu dengan peristiwa tsunami yang menenggelamkan pulau pasir Awalolong, maka bagaimana dengan pendapat anda? (Yogi Making)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar